Namun, pengembangan pariwisata tersebut masih terkendala biaya operasional maskapai penerbangan berbiaya hemat (low-cost carrier/LCC), karena harga avtur yang masih mahal. Hal tersebut dikatakan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sendiri
Ia mengatakan bahkan avtur Indonesia yang dikelola oleh Pertamina terbilang lebih mahal 20% jika dibandingkan harga rata-rata avtur internasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kami akan bertemu dengan Pertamina, bicara soal harga avtur yang 20% lebih mahal dari harga internasionalMenteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi |
"Lagi dibahas. Sebenarnya ada suatu perhitungan yang baku. cuma setelah kami hitung, dampaknya seperti apa," kata dia.
Mahalnya harga avtur bukan pertama kalinya dikeluhkan industri penerbangan tanah air. Di 2014, maskapai-maskapai Indonesia yang tergabung di dalam Indonesia National Air Carrier Association (Inaca) mengeluhkan mahalnya biaya avtur untuk industri penerbangan di Indonesia.
Keluhan serupa kembali diungkapkan pada tahun 2015. Maskapai di Indonesia yang terbang ke luar negeri lebih memilih mengisi bahan bakar avtur di luar negeri seperti di Bandara Changi, Singapura. Alasannya, karena harga avtur di Singapura jauh lebih murah.
Kala itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat harga jual avtur di Bandara Soetta lebih tinggi 22% daripada Bandara Changi.
Pada 2016, maskapai penerbangan kembali mengeluhkan masih mahalnya harga bahan bakar pesawat alias avtur 7%-8% dibanding di Singapura. (dna/dna)











































