Mulanya, Nasir cukup tenang saat mempertanyakan data tersebut. Dia bilang, data lifting ini tidak jelas sehingga membuatnya sering ditanya oleh pemerintah daerah.
"Daerah saya kan penghasil minyak terbesar, bagaimana perhitungan lifting, karena sampai sekarang tidak tahu, tapi produksinya diambil daerah kita. Saya banyak pertanyaan setiap saya ke dapil bagaimana perhitungan lifting ini ko bisa beda daerah dan pusat," kata dia di Komisi VII Jakarta, Senin (27/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, minyak tersebut diambil dari wilayahnya. Jadi, sudah seharusnya data lifting ini jelas karena berkaitan dengan kesejahteraan daerah.
"Saya minta jelaskan bagaimana pembagian lifting, apa yang diterima daerah kesejahteraan dari penghasilan minyak ini, saya minta jangan cerita seremonial aja," ungkapnya.
Nada bicara Nasir mulai meninggi ketika mempertanyakan peran pemerintah dalam memantau lifting ini. Menurutnya, pemerintah tak memiliki data lengkap. Dirinya pun kemudian merasa jengkel dan mengeluarkan kata-kata kasar.
"Siapa yang melihat, mana hasil monitoringnya, lifting itu nggak jelas, cuma jadi bahan negosiasi. Data bor nggak ada, Dirjen nggak miliki, mana data sumur, ada di SKK? Coba tanya Chevron mau ngeluarin nggak dia. Brengsek ini semua. Saya minta datanya," kata dia dengan nada tinggi.
Sontak, suasana rapat pun menjadi hening dan tegang. Sukandar yang mencoba memberikan penjelasan tak memuaskan pertanyaan anggota DPR Dapil Provinsi Riau ini.
Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu kemudian mengatakan, lifting ini terkait dengan dana bagi hasil. Menurutnya, pemerintah mesti mengontrol lifting tersebut.
"Itu kan pemda, sumur itu dapat dana bagi hasil, pertanyannya terlibat nggak dalam menghitung, masa tiba-tiba dia begitu saja. Kontrol mesti adalah," ujarnya.
Nasir pun terus menagih data dari pemerintah dan SKK Migas. Lantaran tak menemui titik temu, rapat pun akhirnya diskors selama 30 menit.
Saksikan juga video 'Aturan Migas Dipangkas, Apa Saja?':