Menurut Jonan nilai impor minyak memang meningkat, namun secara volume tidak banyak perubahan. Dia mengatakan, meningkatnya nilai impor karena dipengaruhi lonjakan harga minyak dunia.
"Oh impornya naik terus sebenarnya secara volume tidak naik terus. Kalau secara uang, secara nilai memang harga minyak dunia naik, tapi volume tidak naik banyak. Misalnya, triwulan II 2017 nilai impornya US$ 4,55 miliar total impor, triwulan II tahun 2018 US$ 6,2 miliar," ujar Jonan di Kementerian ESDM, Selasa malam (4/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya melihatnya konsumsinya mungkin berkurang tapi tidak akan banyak. Kan sepeda motor nggak ada pakai solar," ujarnya.
Begitu juga dengan harga Premium, Jonan mengatakan kenaikannya juga sedikit pengaruhnya pada konsumsi atau permintaan BBM.
"Memang ada pertanyaan kalau harga Premium dinaikkan permintaan berkurang, saya kira berkurang tapi nggak akan banyak, karena untuk kebutuhan sehari-hari bukan senang-senang," terangnya.
Terkait devisa, Jonan mengatakan, seharusnya mesti dilihat dari neraca migas bukan dari neraca perdagangan. Sebab, di dalam neraca migas juga memasukan unsur penerimaan negara dari sektor migas di mana penerimaan itu menggunakan dolar.
Dalam neraca migas kuartal II 2018 penerimaan negara sektor migas sebesar US$ 3,57 miliar, kemudian ekspor non government of Indonesia (non pemerintah) US$ 2,97 miliar, dan impor US$ 6,29 miliar. Dengan memasukan penerimaan negara dalam bentuk dolar, maka devisa untuk sektor migas sebenarnya tidak terlalu menjadi beban.
"Terus Anda bilang untuk kurangi tekanan cadev? Loh ini cadev, yang komentar liat yang fair. Selalu orang membandingkan neraca perdagangan migas ekspor berapa impor berapa, ini sama-sama naik. Tapi bukan itu yang harus dibandingkan penerimaan negara migas berapa, ditambah ekspor, dikurangi impor cuma sedikit selisihnya. Penerimaan negara dalam rupiah mana, penerimaan negara dalam migas dolar," terang Jonan.
Jonan menambahkan jika kenaikan harga BBM untuk mengurangi penyelundupan maka mesti ditinjau kembali, sebab pemerintah telah membentuk satuan tugas untuk memberantas penyelundup minyak.
"Menurut saya tidak ada, kalau pun ada toh kecil sekali. Pak Menko Polhukam membentuk satgas memberantas ini," kata dia di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (4/9/2018).
"Kalau Anda bilang besar, berarti yang atur pasok solar dalam negeri banyak yang nggak betul dong. Silakan tanya Pertamina, apa betul mekanisme seperti itu, makanya Pertamina dan Telkom melalui BUMN setiap nozzle digitalisasi," tutur Jonan.
Saksikan juga video 'BBM Naik, Rupiah Melemah, DPR: Akan Ada Multiplier Effect':
(hns/hns)