"Sejak Dolar masuk ke Rp 14.000 lebih itu harusnya sudah dinaikkan. Kita nggak ada masalah kalau memang pemerintah akan menaikkan harga BBM," katanya kepada detikFinance, Kamis (11/10/2018).
Ia mengatakan, jangan sampai pemerintah ragu untuk merealisasikan keputusan yang tepat demi kepentingan politik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya juga sudah memaklumi kenaikan harga BBM ditengah kenaikan harga minyak dunia yang semakin tinggi. Terlebih nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semakin melemah.
"Sudah sewajarnya menaikkan. Karena memang beban biaya negara untuk impor dengan harga minyak bumi yang naik, kemudian dengan melemahnya rupiah terhadap dolar AS itu sudah sangat besar," jelasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga minyak mentah dunia tengah berada dalam tren penguatan. Pekan ini saja, Brent telah menembus level US$ 80 per barel, sementara produksi BBM rata-rata di setiap bulan hanya sebesar 778.505 barrel oil per day (BOPD).
Kemudian di sisi lain, kebutuhan BBM sudah mencapai sekitar 1.600 BOPD. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri, Pertamina harus mengimpor lebih dari 800.000 BOPD.
Jika harga ICP (minyak mentah) rata-rata per bulan US$ 67,42 /barel, maka dibutuhkan anggaran sekitar US$ 1.620.000.000 per bulan atau minimal Rp 24 triliun per bulan. Kondisi ini semakin parah dengan pelemahan mata uang rupiah yang saat ini berada di posisi Rp 15,235 terhadap dolar AS (dna/dna)