Meskipun, organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas produksi minyak.
Mengutip Reuters, harga minyak jenis Brent berada pada US$ 61,22 per barel atau turun 46 sen (0,75%) dari penutupan terakhir. Dalam sepekan terakhir Brent mengalami kenaikan sampai 7%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak China sendiri menyatakan, perundingan dengan AS dalam tiga hari atau yang selesai Rabu telah menemukan 'dasar' untuk menyelesaikan masalah dagang. Namun, ada hal yang dipertaruhkan, termasuk kenaikan tarif AS atas impor China senilai US$ 200 miliar.
Sejalan dengan itu, shutdown pada pemerintahan AS memberikan dampak pada pasar keuangan yang luas.
"Jika kita mengalami perlambatan ekonomi, minyak mentah akan berkinerja buruk karena korelasinya terhadap pertumbuhan," kata Hue Frama, Manajer Portolio di Frame Funds, Sydney.
Selanjutnya, biaya produksi di China pada Desember menunjukkan pertumbuhan yang melambat lebih dari dua tahun. Hal ini menjadi kekhawatiran akan risiko deflasi yang membuat Beijing mencari dukungan kebijakan untuk menstabilkan ekonominya.
"Investor menjadi semakin yakin bahwa pengurangan produksi OPEC akan menyeimbangkan pasar," kata ANZ Bank.
Arab Saudi pada awal pekan ini menyatakan pembatasan pasokan minyak dimulai akhir Desember 2018 oleh OPEC dan produsen minyak non-OPEC termasuk Rusia yang akan membawa keseimbangan harga minyak.
"Kami percaya apresiasi harga lebih lanjut terjadi selama 2019, meskipun tahun ini akan ditandai dengan volatilitas yang berkelanjutan," kata Analis Fitch Solutions.