-
Defisit neraca migas menjadi sorotan banyak orang pasca Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data neraca perdagangan Indonesia periode satu tahun penuh 2018.
Neraca perdagangan Indonesia kembali defisit US$ 8,57 miliar dan menjadi yang terparah semenjak 1975. Bahkan, pada tahun 2018 juga terlihat tren dari defisit neraca migaas mengalami peningkatan dibandingkan tiga tahun lalu.
Di sisi lain neraca non migas tercatat masih surplus. Namun, nilai surplus neraca non migas mengalami penyusutan yang cukup drastis.
Tingginya defisit neraca perdagangan migas dikarenakan impor hasil minyak yang mencapai US$ 17,5 miliar dibandingkan dengan ekspornya yang hanya US$ 1,63 miliar. Maka, terdapat defisit US$ 15,94 miliar.
Selanjutnya, impor minyak mentah yang mencapai US$ 9,16 miliar dibandingkan ekspornya yang hanya US$ 5,12 miliar sehingga ada selisih atau defisit US$ 4,04 milair. Sedangkan untuk gas, masih surplus US$ 7,58 miliar karena ekspornya US$ 10,64 miliar dan impornya US$ 3,06 miliar.
"Defisit migas tahun 2018, masih lebih rendah dibandingkan tahun 2013 dan 2014," kata Direktur Statistik Distribusi BPS Anggoro Dwitjahyono saat dihubungi detikFinance.
Meski masih rendah dibanding defisit migas pada tahun 2013 dan 2014. Namun, angka tersebut melonjak tinggi dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya.
Berikut data tekor migas periode 2013-2018:
- Neraca perdagangan tahun 2013 defisit US$ 4,07 miliar. Di mana defisit migas US$ 12,63 miliar dan ekspornya surplus US$ 8,55 miliar.
- Neraca perdagangan tahun 2014 defisit US$ 2,19 miliar. Di mana defisit migas US$ 13,44 miliar dan ekspornya surplus US$ 11,24 miliar.
- Neraca perdagangan tahun 2015 surplus US$ 7,67 miliar. Di mana defisit migas US$ 6,03 miliar dan ekspornya surplus US$ 13,71 miliar.
- Neraca perdagangan tahun 2016 surplus US$ 9,53 miliar. Di mana defisit migas US$ 5,63 miliar dan ekspornya surplus US$ 15,16 miliar.
- Neraca perdagangan tahun 2017 surplus US$ 11,84 miliar. Di mana defisit migas US$ 8,57 miliar dan ekspornya surplus US$ 20,41 miliar.
- Neraca perdagangan tahun 2018 defisit US$ 8,57 miliar. Di mana defisit migas US$ 12,40 miliar dan ekspornya surplus US$ 3,83 miliar.
Pemerintah dianggap belum memberikan aksi nyata dalam menekan defisit neraca migas yang sudah terjadi sejak 2013. Padahal, pada awal pemerintahan kabinet kerja ada komitmen atau program yang bisa menekan defisit migas.
Chief Economist Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengatakan awal pemerintahan Jokowi-JK ada komitmen mengenai kemandirian energi.
Di mana, pemerintah akan mempercepat energi baru terbarukan (EBT) dan pembangunan kilang. Namun hal tersebut masih belum terlaksana.
"Jadi permasalahannya ini sudah di-address cukup lama tapi belum wujudnya, aksi nyatanya belom ada," kata Lana.
Pemerintah, kata Lana baru sibuk mencari solusi ketika harga minyak naik. Salah satunya dengan menerbitkan kebijakan biodiesel 20% (B20) sebagai campuran terhadap BBM fosil.
Program biodiesel 20% (B20) sebagai campuran pada bahan bakar minyak (BBM) jenis solar belum efektif memberikan hasil dalam hal menekan impor migas nasional.
Neraca migas sepanjang 2018 mengalami defisit US$ 12,40 miliar yang dikarenakan tingginya impor hasil minyak, impor minyak mentah dibandingkan dengan ekspornya.
"Karena memang B20 itu akan ekonomis kalau harga minyaknya di atas US$ 70 per barel," kata Chief Economist Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Selain harganya yang belum ekonomis, penerapan B20 juga masih belum terbiasa dilakukan masyarakat. Karena, saringan kendaraan harus memang sering dibersihkan.
"Jadi betul (belum efektif), karena belum ekonomis, jadi memang kita di migas itu sangat bergantung dengan harga minyak dunia," ujar dia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan salah satu cara yang bisa menekan defisit neraca perdagangan adalah dengan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri, salah satunya sektor energi.
Sebab, defisit migas menjadi penyebab tekornya neraca perdagangan di sepanjang 2018. Selain itu, impor juga harus dikurangi.
"Hari ini banyak publikasi mengenai neraca perdagangan kita defisit, karena itu tidak ada cara lain, impor migas terlalu besar, ekspor kita tinggi tapi tidak selebar impor," ujar JK dalam acara kuliah umum wakil presiden di Mandarin Oriental, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Dengan kondisi pertumbuhan ekspor yang masih kalah tinggi dengan pertumbuhan impor, maka salah satu cara adalah meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri.
"Artinya kita harus meningkatkan kapasitas kita dalam energi, dan mengurangi impornya. Ini memperbaiki neraca perdagangan agar tidak terjadi defisit," ujar dia.
Selain itu, kata JK, pemerintah dan dunia usaha juga harus meningkatkan nilai tambah dari setiap produk yang dihasilkan, serta adanya stabilitas politik.