Keluhan tersebut disampaikan oleh pengusaha yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, tingginya harga tiket pesawat membuat okupansi kamar hotel menurun.
Belakangan ini juga disebut bahwa tingginya harga avtur dikarenakan oleh pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikenakan sebesar 10%. Namun, hal tersebut dianggap tidak tepat karena komponen avtur dalam pembentukan tiket pesawat hanya sekitar 20%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018, nilai impor mengalami peningkatan 22,61%, yaitu dari volume 85,8 ribu ton dengan nilai US$ 56,51 juta menjadi 121,1 ribu ton dengan nilai US$ 69,29 juta di Januari 2019.
"Ini kan avtur rata-rata tahunan dan bulanan, selama 3 tahun saja, bisa dilihat trennya, kalau 2018 bisa dilihat dari sisi volume turun dia, nilainya naik kelihatan di situ karena price-nya," kata Direktur Statistik Distribusi BPS Anggoro Dwitjahyono di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Sedangkan data sepanjang 2018, impor avtur tercatat sebesar 1,22 juta ton dengan nilai US$ 861,1 juta.
Selain avtur, Pertamina juga melakukan impor bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dan Premium sebesar 1,23 juta ton dengan nilai US$ 633,8 juta di Januari 2019.
Dari angka itu, impor khusus Pertamax di Januari 2019 sebesar 656,6 ribu ton dengan nilai US$ 333,2 juta. Sedangkan impor khusus Premium di Januari 2018 sebesar 570,4 ribu ton dengan nilai US$ 296,9 juta.
Jika dibandingkan dengan Desember 2018, nilai impor khusus Pertamax dan Premium mengalami penurunan 7,80% dari US$ 687,4 juta di Desember 2018 menjadi US$ 633,8 juta di Januari 2019.
Selanjutnya, untuk periode 2018 tercatat impor Pertamax dan Premium sebesar 14,09 juta ton dengan nilai US$ 9,4 miliar. Di mana, Pertamax sebesar 7,20 juta ton dengan nilai US$ 4,84 miliar dan Premium sebesar 6,64 juta ton dengan nilai US$ 4,46 miliar.
Baca juga: Pajak Bikin Avtur Jadi Mahal? |