Rencana pengembangan industri petrokimia nasional melalui PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro) terus bergerak maju. Beberapa waktu lalu, Kementerian Keuangan dan Tuban Petro telah melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
RUPSLB mengamanahkan dilakukannya kajian penyelesaian utang Multi Years Bond (MYB) Tuban Petro, termasuk melalui konversi. Saat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memiliki saham 70 persen di Tuban Petro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah menjadi normal company paska penyelesaian MYB nanti, Tuban Petro bersama anak-anak perusahaannya akan digunakan sebagai basis pengembangan industri petrokimia nasional, untuk mendukung ketahanan energi dan industri.
"Saat ini, kajian-kajian menuju alternatif terbaik, telah dan sedang dilakukan, dengan transparan dan akuntabel. Langkah ini bertujuan untuk menyelamatkan piutang serta optimalisasi aset negara," ucap Isa.
Sebagai catatan, langkah penyelesaian utang MYB dilakukan sehubungan dengan restrukturisasi utang perusahaan, dimanapada 27 Februari 2004, Tuban Petro menerbitkan obligasi kepada Kemenkeu berupa MYB dengan nilai pokok Rp3.266 triliun.
Tuban Petro kemudian dinyatakan gagal bayar (default) pada 27 September 2012. MYB ini yang kemudian akan diselesaikan.
Direktur Utama PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro), Sukriyanto, memastikan bahwa proses penyelesaian MYB akan dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Komitmen transparansi dalam melakukan kajian penyelesaian utang dibuktikan dengan sudah/akan dilibatkannya sejumlah lembaga seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mabes Polri, dan sejumlah konsultan independen, untuk memastikan kebijakan yang diambil sah secara hukum.
"Kami mengedepankan prinsip good corporate governancedalam penyelesaian utang di Tuban Petro. Setiap tahapan proses melibatkan BPKP, agar proses clear dan bermanfaat.
Hal itu juga menjadi komitmen Kemenkeu selaku pemegang saham mayoritas," tegas Sukriyanto.
Bicara metode konversi utang menjadi saham sebagai salah satu alternatif penyelesaian, secara bisnis merupakan hal lumrah dalam urusan penyelesaian utang-piutang perusahaan. Alternatif-alternatif dikaji supaya perusahaan (Tuban Petro) menjadi sehat dan kembali berjalan secara optimal sehingga bisa fokus pada peningkatan kapasitas produksi dan daya saing.
"Kajian penyelesaian utang ini dilaksanakan semata-mata untuk memastikan agar Tuban Petro sebagai entitas bisnis, dapat berkembang semakin baik dan memberi manfaat luas kepada masyarakat dan negara," ujar Uki, panggilan akrab Sukriyanto.
Investasi negara yang sudah ditanamkan ke Tuban Petro, kemudian diperkuat lagi dengan kebijakan penyelesaian utang sehingga Grup Tuban Petro diharapkan akan terus berkembang.
Karena itu, kebijakan ini bukan semata-mata mengembalikan dari sisi modal usaha, namun juga valuetersebut terus dikembangkan melalui anak-anak usaha dan memberi manfaat terhadap pemasukan negara serta pengembangan industri petrokimia nasional.
"Kami juga desainkan, paska penyelesaian MYB, bagaimana hubungan dengan anak usaha, meng- capture value di dalam holding company. Kami pun terus melakukan transformasi organisasi. Rencana bisnis yang sudah siap, segera dikembangkan dan diharapkan membuahkan hasil yang tidak terlalu lama," lanjut Uki.
Ia juga memastikan, sejak default, kuasa saham pemilik lama sudah beralih sepenuhnya kepada Pemerintah (Kemenkeu).
Manajemen Tuban Petro pun sepenuhnya merupakan representasi dari Kemenkeu, melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Baik sisi operasional maupun keputusan-keputusan manajemen, sudah tidak ada campur tangan lagi dari pemilik lama.
"Concern penyelesaian MYB ini adalah terutama untuk meningkatkan bank capacity perusahaan. Dengan penyelesaian utang diharapkan akan membuat investor lebih tertarik masuk ke Tuban Petro," pungkas Sukriyanto. (dna/dna)