Investor Bisa Pilih Lagi Cost Recovery. Gross Split Jonan Nggak Laku?

Investor Bisa Pilih Lagi Cost Recovery. Gross Split Jonan Nggak Laku?

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Rabu, 15 Jan 2020 19:58 WIB
Foto: Dok. Pertamina
Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menawarkan dua skema kontrak ke investor migas, yaitu cost recovery dan gross split. Skema ini ditawarkan dalam pelelangan 12 blok migas tahun ini.

Munculnya kembali skema cost recovery memunculkan pertanyaan apakah skema gross split tak laku untuk investor? Mengingat, di era Ignasius Jonan pemerintah hanya memberikan 1 pilihan yaitu gross split.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menyambut baik rencana pemerintah yang memberikan fleksibilitas kepada investor. Kontraktor migas juga bisa berhitung pada skema mana yang lebih menguntungkan apakah cost recovery atau gross split.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kebijakan Arifin Tasrif (Menteri ESDM) ini cukup bagus dalam konteks fleksibilitas karena memberikan keleluasaan bagi investor," ujarnya kepada detikcom, Rabu (15/1/2020).


Namun apakah fleksibilitas ini dilakukan karena skema gross split tidak laku?

Fahmy menjawab berbeda. Ia mengatakan masih ada sejumlah kontraktor yang menggunakan gross split.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro juga membantah jika keleluasaan skema kontrak yang diberikan pemerintah karena gross split tidak diminati. Dia mengatakan bahwa investor bisa menyesuaikan bisnisnya dengan dua skema tersebut.

"Tidak bisa demikian juga," ujarnya dikonfirmasi terpisah.


lanjut ke halaman berikutnya


Ia juga mengapresiasi langkah Kementerian ESDM yang memberikan fleksibilitas kepada investor memilih skema kontrak migas karena kondisi lapangan migas yang berbeda-beda.

"Biarkan KKKS menentukan pilihan karena kondisi tiap-tiap lapangan tidak sama, sehingga bisa saja yang satu cocok dengan sistem cost recovery namun ada pula yang lebih cocok dengan gross split," tuturnya.

Kembali ke Fahmy, ia mengingatkan pemerintah untuk meningkatkan pengawasannya dalam mengganti uang investor yang memilih skema cost recovery. Jangan sampai pemerintah 'buntung' karena banyak kontraktor yang memilih cost recovery.

"Kalau banyak yang memilih cost recovery barangkali yang perlu dilakukan pemerintah melakukan pengawasan yang ketat dalam hal penggantian kepada investor," ujarnya.


Fahmy menjelaskan, dalam skema cost recovery investor melakukan investasi terlebih dahulu sampai produksi migas berhasil. Selanjutnya pemerintah mengganti investasi ke kontraktor.

"Begitu sudah dapat minyak maka semua pengeluaran investor baik investasi dan operasional akan diganti pemerintah dari APBN tetapi splitnya pembagian keuntungannya pemerintah 85%, 15% investor itu pun dari nett income setelah dikurangi pengeluaran," ujarnya.

Sedangkan dengan gross split, pemerintah tidak melakukan penggantian kepada investor.

"Gross split pemerintah nggak berikan penggantian sama sekali semua ditanggung investor tapi kompensasinya bagian dari investor lebih besar," tutupnya.

Sebelumnya, Plt Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto menjelaskan dari 254 kontrak kerja sama, 200 di antaranya menggunakan cost recovery dan sisanya menggunakan gross split.

Hide Ads