Badan Energi Internasional melaporkan permintaan minyak dunia dalam tiga bulan pertama 2020 diprediksi turun 435.000 barel per hari (bph) secara year on year. Penurunan permintaan minyak ini menjadi yang paling tinggi dalam satu dekade terakhir.
Mengutip CNN, Jumat (14/2/2020), hal ini akibat dampak virus corona yang terus memaksa pabrik-pabrik di China tutup, sehingga mengganggu rantai pasokan minyak dunia. Padahal di tahun ini permintaan minyak dunia diperkirakan meningkat 825.000 bph.
"Virus corona ini berdampak besar pada ekonomi dunia dan permintaan minyak. Konsekuensinya akan bervariasi dari waktu ke waktu dengan pukulan ekonomi awal kemudian ekspor dan ekonomi yang lebih luas," terangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan yang bermarkas di Paris ini berharap pasar minyak bisa bergerak menuju keseimbangan pada paruh kedua tahun 2020 karena pengurangan produksi oleh OPEC telah menghilangkan kelebihan pasokan.
Kendati demikian virus Corona telah memaksa kartel untuk mempertimbangkan pengurangan output yang lebih dalam. Bahkan IEA mengatakan dalam laporan minyak bulanannya dampak virus mematikan ini sulit untuk diukur.
Hal ini terbukti, harga minyak mentah Brent jatuh lebih dari US$ 16 atau sekitar 23% dari puncaknya pada 8 Januari lalu. Ini mencerminkan kekhawatiran virus corona dapat lebih merusak ekonomi dibandingkan wabah SARS dua dekade lalu di China.
Sebagai informasi, China merupakan importir minyak terbesar di dunia dan menjadi mesin utama pertumbuhan permintaan minyak global, sehingga tak terpisahkan dari bisnis global sejak tahun 2003. Bahkan, Negeri Tirai Bambu ini menyumbang sekitar 4% dari PDB dunia pada tahun 2003 dan sekarang menghasilkan 16% dari output global.
(eds/eds)