Dia menilai nikel harus diproduksi menjadi produk bernilai tambah, baru kemudian dieskpor.
"Soal industri nikel, jangan sampai generasi kalian ekspor raw material. Kita mau ekspor menjadi baterai, other uses, dan stainless steel," kata Luhut dalam sebuah diskusi online via Zoom, Jumat (5/6/2020).
Dengan hilirisasi yang dilakukan pada komoditas nikel menurut Luhut Indonesia akan memiliki lapangan kerja yang bagus dan banyak, kemudian pemasukan pajak juga akan bertambah.
Luhut juga mengatakan bahwa Indonesia harus masuk ke dalam rantai pasok global dan tidak menjadi negara yang cuma jadi pasar untuk produk dari luar negeri.
"Kita mau negara jadi punya lapangan kerja bagus, pajak besar, mau industri kita jadi bagus juga. Kita nggak mau jadi market saja, kita harus masuk global supply chain, puluhan tahun ini kita nggak bisa masuk. Sekarang kita akan masuk ke situ," ujar Luhut.
Luhut juga mengatakan bahwa nilai tambah bijih nikel besar jumlahnya. Dia menilai nilai tambah bijih nikel bila dijadikan stainless slab saja bisa bertambah 10 kali lipat. Sementara itu, dengan nilai tambah maka pajak dan penerimaan negara akan bertambah.
"Nilai tambah ini yang kita kejar. Kalian Google ekspor bijih nikel itu 19,25 ton nilainya US$ 600 juta dolar. Kalau diproses jadi steel slab itu sudah US$ 6 miliar sekian, 10 kali lebih," jelas Luhut.
"Ini fakta siapa mau bantah saya silakan. Semakin tinggi nilai, juga kan semakin tinggi pajak dan pemasukan negara," ujarnya.
Baca juga: Ekspor April US$ 12,2 Miliar, Turun 7% |
Luhut juga bicara soal syarat investor untuk masuk ke Indonesia. Dia mengatakan semua investasi harus pada proyek yang ramah lingkungan, selain itu harus bisa mendidik tenaga lokal. Dia menegaskan semua investasi harus memiliki asas transfer teknologi.
"Semua harus ramah lingkungan, lalu didik tenaga lokal kita harus buat. Kemudian transfer teknologi semua yang bikin investasi harus technology transfer kalau tidak, kita tidak mau," ungkap Luhut.
(hns/hns)