4 Fakta Debat Panas DPR dan Dirut Holding Tambang Berujung CSR

4 Fakta Debat Panas DPR dan Dirut Holding Tambang Berujung CSR

Tim detikcom - detikFinance
Kamis, 02 Jul 2020 11:58 WIB
Direktur Keuangan Inalum Orias Petrus Moedak
Foto: Achmad Dwi Afriyadi/detikFinance
Jakarta -

Debat panas Direktur Utama Holding Tambang BUMN (MIND ID) atau PT Inalum (Persero) Orias Petrus Moedak oleh Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir dalam rapat Selasa lalu (30/6/2020) tengah jadi sorotan. Ini empat faktanya.

1. Sebab Debat Panas

Masalah utang perusahaan membuat rapat tersebut itu panas. Utang yang dimaksud ialah penerbitan surat utang atau obligasi Inalum untuk akuisisi PT Freeport Indonesia (PTFI) tahun 2018 lalu. Untuk akuisisi sehingga kepemilikan Inalum mayoritas, Inalum menerbitkan obligasi dengan total US$ 4 miliar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penerbitan obligasi ini terdiri empat tenor dengan jatuh tempo paling lama 30 tahun. Waktu pelunasan inilah yang menjadi pertanyaan Nasir dan kemudian dijawab oleh Orias.

"Jadi sampai 30 tahun kalau perusahaan lancar baru selesai kalau kita mati tak selesai nih barang nanti, ganti dirut lain, lain lagi polanya. Makanya itu yang saya pertanyakan kepentingan mengalihkan Freeport sebenarnya kepentingan politik," kata Nasir.

ADVERTISEMENT

Nasir memberi catatan, kunci utang ialah jika pembayaran lancar, bagus. Jika tidak, barang disita. Ia juga menduga anak perusahaan di bawah holding tambang menopang utang ini. Sebab itu, ia minta data detilnya.

"Makanya saya minta data detilnya mana?" tanya Nasir.

Orias menjawab akan disampaikan. Tapi, Nasir tak puas. Ia tak ingin kejadian ini terulang lagi. Ia menegaskan, jika itu terulang maka ia menyuruh keluar ruangan rapat.

"Kalau bapak sekali lagi gini saya suruh bapak ruangan ini," kata Nasir.

"Kalau bapak suruh keluar, izin pimpinann saya keluar," timpal Orias.

2. Gebrak Meja hingga Pengusiran

Nada Nasir pun meninggi. Bahkan, ia sampai menggebrak meja.

"Bapak bagus keluar, karena nggak ada gunanya bapak rapat di sini. Anda bukan buat main-main dengan DPR ini," katanya nada tinggi dengan menggebrak meja.

Orias tak diam. Dia menimpali jika ia diundang untuk hadir dalam rapat tersebut.

"Saya diundang, saya datang," ujarnya

Nasir masih tak terima. Ia kembali mengatakan khawatir, anak usaha di bawah holding tambang tersandera karena masalah utang. Apalagi, Inalum kembali berutang.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

3. Mau Lapor Erick Thohir

Ia pun meminta agar Orias diganti. Ia bilang akan menyurati Menteri BUMN Erick Thohir.

"Ini orang suruh utang, utang lagi, utang lagi, saya minta diganti dirut ini. Saya kirim surat pribadi dari fraksi, nanti kami bicara Fraksi Demokrat. Saya akan kirimkan Pak Erick sebagai menteri BUMN," ujarnya.

Orias memang telah menjelaskan perihal utang ini sebelumnya. Ia bahkan menjelaskan lagi usai debat panas tersebut.

Terangnya, dalam obligasi yang diterbitkan untuk akusisi Freeport terdapat beberapa yang jatuh tempo dalam waktu dekat yakni untuk jatuh tempo 3 dan 5 tahun. Ia memperkirakan, adanya COVID-19 akan berdampak pada operasional tambang.

Maka itu, pihaknya mencari pinjaman untuk refinancing utang yang jatih tempo 2021 dan 2023. Orias bilang, Inalum telah menarik utang US$ 2,5 miliar di mana sebanyak US$ 1 miliar untuk membayar sebagian utang yang jatuh tempo 2021 dan 2023.

"US$ 1 miliar kami pakai untuk membayar setengah utang 2021 kemudian US$ 500 juta di utang 2023. Tekanan bagi kami membayar utang tidak seberat kalau tidak melakukan apa-apa," ujarnya.

Dia mengatakan, utang yang baru ini lebih rendah 0,7% dibanding utang sebelumnya yakni dengan rata-rata 5,4%.

"Kita membayar yang mungkin kita dapat dari pasar dan kebetulan yang kita terbitkan US$ 4 miliar obligasi yang kami lakukan penawaran kepada pemegang obligasi yang lama untuk mau menjual obligasi lama. Jadi kami beli balik obligasi ditukar yang tenornya lebih panjang supaya tidak tekanan kepada kita dari sisi cashflow. Yang berhasil ditukar US$ 1 miliar," paparnya.

Selanjutnya, ia menjelaskan Freeport sendiri baru berkontribusi pada Inalum melalui dividen pada 2021.

"Level produksi 2021 ekspektasinya akan sama 2018 apabila harga tembaga 2018 kami ekspektasi dividen 2021 US$ 350 juta akan meningkat secara bertahap dan kami ekspektasi menerima US$ 1 miliar di 2023 dan seterusnya," ungkapnya.

Di bagian usai debat panas, Orias kembali menjelaskan, sisa alokasi utang US$ 2,5 miliar, sebanyak US$ 500 juta digunakan untuk tambahan amunisi membeli saham PT Vale Indonesia Tbk. Dia mengatakan, mulanya kebutuhan untuk akusisi itu sebanyak Rp 7,5 triliun. Tapi, dengan negosiasi maka disepakati nilai akuisisnya Rp 5,5 triliun.

"Memang kami tarik US$ 2,5 miliar terakhir kemudian membayar US$ 1 miliar, sisanya US$ 1,5 miliar itu direncanakan US$ 500 juta untuk pembelian Vale kebetulan setara kurang lebih Rp 3,5 triliun. Tapi setelah negoisasi Vale, dana yang diperlukan tak sampai Rp 7,5 triliun tapi hanya Rp 5,5 triliun," ungkap Orias.

"Jadi kami membeli 2 miliar saham dengan harga Rp 2.780," jelasnya.

4. Berujung CSR

Usai penjelasan utang, Orias memberikan penjelasan terkait terkait program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR). Orias lalu meminta para petinggi perusahaan tambang di bawah holding untuk memberikan paparan. Pada bagian ini, Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin sempat memberi interupsi.

"Saya interupsi sebentar, sumbangan yang terakhir itu dari yang membangun PLTU Sumsel VIII, bapak tahu yang membantu perizinan PLTU Sumsel VIII siapa?" tanya Alex.

"Waktu namanya Pak Alex Noerdin kalau nggak salah," canda Direktur Utama PT Bukit Asam (Persero) Tbk Arviyan Arifin.

Setelah itu, Alex meminta agar komisi ikut dilibatkan dalam penyerahan CSR tersebut.

"Nah, paling tidak bisa saya yang menyerahkan saja, bukan mintanya buat saya pakai ventilator itu , bukan, tapi kawan-kawan komisi ikut menyerahkan, ini bantuan, gitu dong Pak," ujar Alex.


Hide Ads