Jurus Menteri ESDM Dorong Kinerja Sektor Energi Selama Pandemi

Jurus Menteri ESDM Dorong Kinerja Sektor Energi Selama Pandemi

Angga Laraspati - detikFinance
Kamis, 16 Jul 2020 10:59 WIB
Arifin Tasrif
Foto: Kementerian ESDM
Jakarta -

Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan meski di tengah pandemi, kinerja sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) Indonesia tetap maksimal. Dia mengakui berbagai kebijakan strategis telah dibentuk agar kementeriannya bisa tetap berkontribusi bagi ekonomi nasional.

"Amanah Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, baik untuk industri maupun untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah dilaksanakan, hal ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional," ungkap Arifin dalam keterangan tertulis, Kamis (16/7/2020).

Kebijakan ESDM yakni telah menerapkan penyesuaian harga gas bumi menjadi US$ 6 per Millions British Thermal Units (MMBTU). Sampai saat ini terdapat 197 pengguna gas bumi dari perusahaan yang bergerak di industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan industri sarung tangan karet yang menikmati penyesuaian harga gas bumi tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arifin mengatakan penurunan harga gas tersebut juga diterapkan untuk sektor kelistrikan. Menyediakan listrik yang terjangkau bagi masyarakat juga mendukung pertumbuhan industri. Kebijakan ini tidak akan mengurangi besaran penerimaan kontraktor migas dan tidak menambah beban keuangan negara.

"Tidak hanya di sektor energi, namun sektor lainnya, seperti petrokimia, keramik, kaca, dan industri sarung tangan karet juga merasakan manfaat dari penurunan harga gas ini. Ini akan mendorong daya saing industri," imbuh Arifin.

ADVERTISEMENT

Hingga akhir Juni lalu, total volume gas bumi yang telah mengalami penyesuaian harga, baik untuk industri tertentu maupun untuk kelistrikan mencapai 1.223,03 BBTUD.

Sementara itu, pengelolaan mineral dan batubara (minerba) juga memasuki era baru usai terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Selain kepastian divestasi 51%, hilirisasi mineral guna meningkatkan nilai tambah dan prioritas penawaran area tambang bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), UU ini digadang-gadang menjawab tantangan kelestarian lingkungan.

Adapun, sanksi telah menunggu jika pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus yang izin usahanya dicabut atau berakhir tidak melaksanakan reklamasi/pasca tambang atau tidak menempatkan dana jaminan reklamasi/pasca tambang. Hukumannya dapat dipidana paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 Miliar.

Selain sanksi pidana, pemegang IUP dan IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban reklamasi dan/atau pasca tambang yang menjadi kewajibannya. Diharapkan dengan adanya sanksi ini, tidak ada lagi lubang-lubang bekas tambang yang terbengkalai dan pencemaran lingkungan bisa dihindarkan.

"UU Minerba ini telah mengakomodir berbagai pihak dan masukan untuk memberikan kepastian usaha, investasi dan peningkatan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara," jelas Arifin.Saat ini, aturan pendukung UU Minerba berupa Peraturan Pemerintah (PP) tengah dibahas dengan melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan pemerintah daerah. Rancangan PP tersebut juga akan dibahas di berbagai forum dengan melibatkan akademisi, praktisi hingga asosiasi.

Di sisi lain, pemanfaatan energi bersih, khususnya untuk pembangkit listrik juga terus ditingkatkan. Ditargetkan pembangkit listrik berbahan bakar diesel yang dikonversi menjadi gas bumi totalnya mencapai kapasitas sekitar 1,7 Giga Watt di 52 lokasi.

Arifin juga menugaskan PLN untuk melaksanakan kegiatan gasifikasi pembangkit tenaga listrik dan pembelian LNG dari Pertamina dalam rangka konversi penggunaan diesel dengan Liquefied Natural Gas (LNG).

"Pemerintah juga menargetkan untuk mengganti semua pembangkit listrik tenaga diesel dalam tiga tahun ke depan," ujarnya.

Arifin juga telah menugaskan Pertamina untuk melaksanakan penyediaan pasokan dan pembangunan infrastruktur LNG dalam penyediaan tenaga listrik oleh PLN pada setiap pembangkit listrik. Pertamina juga wajib menyediakan harga gas hasil regasifikasi LNG di plant gate yang akan menghasilkan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik lebih rendah dibandingkan menggunakan diesel.

"Diperkirakan, total penghematan dari konversi tersebut sekitar Rp3 triliun per tahun," ucapnya.

Menurutnya, gas bumi menjadi salah satu tulang punggung energi Indonesia. Kebutuhan gas di dalam negeri akan bertambah dan pemanfaatannya harus dialokasikan semaksimal mungkin.

Lebih lanjut, guna mencapai target dan mendorong investasi energi terbarukan, Arifin mengungkapkan saat ini Pemerintah sedang mempersiapkan peraturan terkait Feed in Tariff energi terbarukan.

"Ini komitmen Pemerintah dalam menerapkan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT), harus memperluas pemanfaatan dan mendorong investasi energi terbarukan. Peraturan terkait harga energi terbarukan yang lebih menarik segera diterbitkan. Agar ada akselerasi untuk energi terbarukan," tegasnya.

Sebelumnya pada akhir Februari 2020, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4/2020 terkait perubahan kebijakan pemanfaatan EBT untuk penyediaan tenaga listrik. Peraturan tersebut mengatur antara lain proses pembelian listrik EBT dengan penunjukan langsung bersyarat, skema kerjasama dapat disesuaikan menjadi BOO (build, own, operate), pengaturan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) waduk/irigasi yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, penugasan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah kota, dan penugasan pembelian listrik kepada PLN untuk pembangkit listrik EBT yang pendanaannya dari hibah.

Sebagai informasi, Indonesia telah menetapkan target 23% pemanfaatan energi terbarukan dalam bauran energi pembangkit pada tahun 2025. Kebijakan ini dikombinasikan juga dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 29% pada tahun 2030.




(mul/ega)

Hide Ads