Perusahaan negara Arab Saudi, Saudi Aramco tetap berencana menyetor dividen sebesar US$ 75 miliar atau sekitar Rp 1.050 triliun (asumsi kurs Rp 14.000) pada tahun ini meski labanya anjlok. Sebab, pemerintah tengah berjuang melawan defisit anggaran yang melebar.
Mengutip Bloomberg, Minggu (9/8/2020), Aramco yang posisinya digeser Apple Inc dalam daftar perusahaan berharga mencatat laba 24,6 miliar riyal atau sekitar US$ 6,6 miliar pada kuartal terakhir atau Juni. Angka ini turun 73% dibanding tahun sebelumnya.
Aramco berniat membayar dividen sebesar US$ 18,75 miliar pada kuartal tersebut di mana mayoritas disetor ke pemerintah karena menggenggam 98% saham perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tantangan kuat dari penurunan permintaan dan harga minyak yang lebih rendah tercermin dalam hasil kuartal kedua kami," kata Chief Executive Officer Amin Nasser.
"Kami melihat pemulihan parsial di pasar energi karena negara-negara di seluruh dunia mengambil langkah-langkah untuk melonggarkan pembatasan dan memulai kembali perekonomian mereka," imbuhnya.
Anjloknya kinerja Aramco tak lepas dari pandemi Corona. Pasalnya, virus ini menghantam ekonomi global.
Arab Saudi dan Rusia kemudian mendorong negara-negara pengekspor minyak untuk mengurangi produksi dengan tujuan mengerek harga minyak. Meski menguat, harga Brent masih turun 33% tahun ini. Sejalan dangan itu, pesaing Aramco, BP Plc dan Royal Dutch Shell Plc telah memotong dividen mereka.
Lebih lanjut, Arab Saudi sendiri mengandalkan sebagian besar pendapatannya dari hasil minyak mentah. Sementara, defisit anggaran tahun ini ditetapkan lebih dari 12% dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini berdasarkan laporan IMF. Itu akan menjadi defisit terlebar sejak 2016 dan menambah tekanan pada Aramco untuk mempertahankan dividen.
Saham Aramco naik 0,3% menjadi 33,05 riyal pada posisi terakhir. Namun, saham Aramco telah turun sebanyak 6,2% tahun ini, lebih sedikit dibanding perusahaan sejenis seperti Exxon Mobil Corp yang turun 38% dan Shell 50%.
(acd/dna)