Selain itu, Dwi mengatakan usulan divestasi Shell dari Blok Masela juga sudah mendapat persetujuan dari Kementerian ESDM dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Shell telah mengajukan izin pembukaan data Ditjen Migas telah menyetujui permohonan pembukaan data dan ini kemarin kami menyiapkan tulisan ini yang belum mendapat persetujuan dari BKPM tapi laporan pagi tadi sudah menyetujui sehingga pembukaan data sudah tidak ada masalah," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai progres pembangunan, Dwi mengaku ada keterlambatan.
"Secara detail kami diundang untuk melaporkan bahwa saat ini sampai dengan Juli 2020 actual adalah 2,2% dan ini memang dengan adanya COVID, harga minyak yang rendah dan sebagainya terjadi keterlambatan di target 10,5%, terlambat sekitar 8,3% terlambat ya," kata Dwi.
Permasalahan lainnya yang membuat progres pengembangan proyek Blok Masela terhambat yaitu Health, Safety, and Environment (HSE) di tengah pandemi Corona. Inpex Corporation terpaksa menunda beberapa pekerjaan seperti survei AMDAL.
Kedua, ketidakpastian ekonomi dunia. Menurut dia penurunan minyak dan penurunan permintaan gas secara global berdampak pada rencana pembangunan (POD) yang sebelumnya sudah disepakati. Ketiga, keputusan Shell hengkang sebagai operator di Blok Masela.
Meski begitu, Mantan Direktur Utama Pertamina ini masih optimistis pengoperasian Blok Masela bisa direalisasikan pada 2027.
"Seperti tadi yang menyampaikan bahwa ini targetnya adalah 2027 onstream dan kami juga masih sepakat dengan kontraktor untuk berusaha untuk mengikuti tetap jadwal," katanya.
Simak Video "Video: Shell Jual Seluruh SPBU di Indonesia, Siapa yang Membeli?"
[Gambas:Video 20detik]
(hek/eds)