Jakarta -
Pemerintah harus menerima kenyataan pahit atas keputusan Shell Upstream Overseas Ltd yang memutuskan cabut atau meninggalkan proyek pengembangan Blok Masela di Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan pemerintah kecewa atas sikap Shell yang memilih cabut dari Blok Masela.
Berikut 3 fakta Shell cabut dari Indonesia:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Lepas Saham 35%
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkapkan pemerintah kecewa dengan keputusan Shell yang cabut atau meninggalkan proyek pengembangan Blok Masela di Kepulauan Tanimbar, Maluku. Kekecewaan itu disampaikan melalui surat yang dikirimkan ke Shell.
Dwi Soetjipto mengaku, isu hengkangnya Shell sudah datang sejak pertengahan 2019 atau pada saat mendiskusikan rencana pengembangan (POD).
"Shell langsung menghadap ke Menteri (ESDM) dan kami langsung dapat arahan kirim surat ke Shell barangkali 2-3 kali, menyampaikan bahwa pemerintah kecewa dengan langkah yang diambil Shell," kata Dwi dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Senin (24/8/2020).
Dwi mengatakan proses mundurnya Shell melalui divestasi participating interest (PI) atau hak kelolanya harus dilakukan secepat mungkin. Dia menyebut, butuh waktu 18 bulan untuk merealisasikan pelepasan 35% saham di Blok Masela.
2. Progres Baru 2,2%
Mengenai progres pembangunan, Dwi mengaku ada keterlambatan.
"Secara detail kami diundang untuk melaporkan bahwa saat ini sampai dengan Juli 2020 actual adalah 2,2% dan ini memang dengan adanya COVID, harga minyak yang rendah dan sebagainya terjadi keterlambatan di target 10,5%, terlambat sekitar 8,3% terlambat ya," kata Dwi.
Permasalahan lainnya yang membuat progres pengembangan proyek Blok Masela terhambat yaitu Health, Safety, and Environment (HSE) di tengah pandemi Corona. Inpex Corporation terpaksa menunda beberapa pekerjaan seperti survei AMDAL.
Kedua, ketidakpastian ekonomi dunia. Menurut dia penurunan minyak dan penurunan permintaan gas secara global berdampak pada rencana pembangunan (POD) yang sebelumnya sudah disepakati. Ketiga, keputusan Shell hengkang sebagai operator di Blok Masela.
Meski begitu, Mantan Direktur Utama Pertamina ini masih optimistis pengoperasian Blok Masela bisa direalisasikan pada 2027.
3. Pilih proyek yang lebih cuan
Vice President Corporate Services Inpex, Henry Banjarnahor mengatakan proses pelepasan participating interest (PI) atau hak kelola Shell sebagai operator di Blok Masela sedang berlangsung.
"Sebenarnya proses divestasi dalam kegiatan hulu migas itu suatu hal yang biasa, partner datang dan pergi. Mereka datang ke Inpex mengatakan mereka ingin divestasikan working interest-nya di Blok Masela," katanya.
Henry mengatakan salah satu alasan Shell keluar dari proyek pengembangan di Blok Masela lantaran ingin mencari proyek investasi yang lebih menguntungkan di negara lain. Hal itu berbeda dengan Inpex yang masih berkomitmen pada proyek Masela.
"Alasannya mereka melihat global portofolio mereka di seluruh dunia dan mereka menganggap bahwa investasi di negara lain lebih menguntungkan mereka jadi mereka mengutamakan itu," jelasnya.
Simak Video "Video: Shell Jual Seluruh SPBU di Indonesia, Siapa yang Membeli?"
[Gambas:Video 20detik]