BPH Migas menggelar public hearing 'Rancangan Peraturan BPH Migas tentang Penyediaan Cadangan Niaga Umum Bahan Bakar Minyak' di Hotel Harris, Bekasi. Komite BPH Migas, Jugi Prajogio membuka acara ini.
Acara ini juga dihadiri oleh sejumlah narasumber, seperti Komite BPH Migas Henry Ahmad, M. Ibnu Fajar, dan Ahmad Rizal, serta Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisis dan Pengawasan Energi Dewan Energi Nasional Kementerian ESDM Ediar Usman dan perwakilan Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM dan dimoderatori oleh Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon Simanjuntak.
Dalam sambutannya, Jugi menyampaikan dasar hukum yang melandasi penyediaan cadangan niaga umum BBM tersebut di antaranya sebagai berikut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
a. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pada Pasal 46 ayat (3) bahwa salah satu tugas BPH Migas adalah mengatur dan menetapkan Cadangan Bahan Bakar Minyak (BBM) Nasional.
b. Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi pada Pasal 20 ayat (1) bahwa Penyediaan Energi dilakukan melalui Peningkatan Cadangan Energi.
c. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional pada Pasal 13, bahwa Cadangan Energi nasional meliputi Cadangan Strategis, Cadangan Penyangga Energi dan cadangan operasional. Kemudian dalam Pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa Badan Usaha dan Industri Penyedia energi wajib menyediakan cadangan operasional untuk menjamin kontinuitas pasokan energy, dan ayat (2) bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan cadangan operasional energi diatur oleh pemerintah.
d. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional, bahwa cadangan operasional yang mencakup Cadangan BBM Nasional disediakan oleh Badan Usaha. Cadangan Operasional BBM adalah jumlah BBM yang menjadi bagian dari kegiatan operasional Badan Usaha.
e. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 29 Tahun 2017 tentang Perizinan Pada Kegiatan Usaha Migas pada Pasal 41 ayat (1) huruf c bahwa Pemegang Izin Usaha Niaga Migas untuk Kegiatan Usaha Niaga Umum BBM mempunyai kewajiban memiliki cadangan operasional BBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya.
"Sesuai amanat dalam ketentuan peraturan-peraturan tersebut dan dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi BPH Migas untuk mengatur dan menetapkan cadangan BBM nasional, maka untuk pengaturan cadangan operasional BBM, BPH Migas akan membuat Peraturan BPH Migas tentang Penyediaan Cadangan Niaga Umum BBM," ujar Jugi dalam keterangan tertulis, Kamis (17/9/2020).
Sebelum rancangan peraturan ini ditetapkan, BPH Migas menggelar public hearing dengan tujuan mendapatkan masukan dan saran dari para stakeholder agar peraturan ini dapat berfungsi dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Peraturan ini dibuat oleh BPH Migas untuk menjamin kontinuitas pasokan energi dan kesinambungan pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBM, mewujudkan ketersediaan cadangan bahan bakar minyak dalam rangka ketahanan energi dan merealisasikan kewajiban pemegang izin usaha dalam penyediaan cadangan operasional BBM.
Komite BPH Migas, Henry Ahmad mengatakan di dalam rancangan peraturan ini, pemegang izin usaha wajib melakukan penyediaan cadangan niaga umum BBM secara berkesinambungan pada jaringan distribusi niaganya di dalam negeri selama 23 hari dalam kurun waktu 5 tahun setelah peraturan ini diundangkan.
"Penyediaan yang dimaksud dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya. Dalam hal Pemegang Izin Usaha baru memulai kegiatan niaga umum BBM, perhitungan penyaluran harian rata-rata menggunakan perencanaan volume penyaluran harian pada tahun berjalan," ujar Henry.
Adapun jenis BBM pada cadangan niaga umum terdiri dari avgas (aviation gasoline), avtur (aviation turbine), bensin (gasoline), minyak solar (gas oil), minyak tanah (kerosene), minyak diesel (diesel oil), dan minyak bakar (fuel oil). Rancangan Peraturan BPH Migas ini juga mewajibkan pemegang izin usaha untuk wajib mendigitalisasi fasilitas penyimpanannya dalam rangka penyampaian data dan informasi secara real time dan terintegrasi dengan sistem informasi BPH Migas.
Selain itu, badan usaha juga wajib menyampaikan laporan kepada BPH Migas mengenai pelaksanaan penyediaan cadangan niaga umum BBM beserta data pendukungnya. Laporan tersebut meliputi laporan harian yang disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 20 dan sewaktu-waktu bila diperlukan. Laporan yang disampaikan pemegang izin usaha terdiri dari realisasi penyaluran rata-rata harian, volume harian cadangan niaga umum BBM, lokasi dan kapasitas fasilitas penyimpanan.
Sedangkan data pendukung yang dibutuhkan sebagai persyaratan laporan, antara lain berita acara serah terima BBM, berita acara stock opname fisik, rekapitulasi penyaluran BBM pada fasilitas penyimpanan, dan data lain terkait pelaksanaan penyediaan cadangan niaga umum BBM.
Komite BPH Migas lainnya, Ahmad Rizal mengatakan BPH Migas punya kewenangan untuk melakukan pengawasan evaluasi terhadap pelaksanaan cadangan niaga umum BBM.
"Pengawasan tersebut melalui kegiatan monitoring penyediaan cadangan niaga umum bbm pada setiap fasilitas penyimpanan pemegang izin usaha, verifikasi laporan pelaksanaan penyediaan cadangan niaga umum bbm dan uji petik penyediaan cadangan niaga umum BBM dan pendistribusiannya," tambah Ahmad.
Selain dilakukan melalui tatap muka dengan menerapkan standar protokol pencegahan COVID-19, kegiatan public hearing ini juga dilakukan melalui aplikasi zoom. Turut hadir pula Komite BPH Migas, M. Lobo Balia dan Hari Pratoyo, Perwakilan BKPM, Perwakilan YLKI, dan Badan Usaha Niaga Umum BBM dan Badan Usaha Penyimpanan BBM.
(ega/hns)