Imbas dari pandemi virus Corona, salah satunya adalah menurunkan permintaan minyak dengan kuantitas paling tajam dalam sejarah. Hal itu menghapus keuntungan di perusahaan minyak besar.
Kini, pemulihan nampak mulai terlihat.
Melonggarnya pembatasan COVID-19 telah meningkatkan permintaan energi, terutama di Asia. Lalu langkah produsen untuk memangkas produksi juga telah membantu menstabilkan harga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tanda pemulihan sudah terlihat, dilansir dari CNN, Rabu (28/10/2020) raksasa minyak British Petroleum (BP) melaporkan pihaknya belum mendapatkan keuntungan besar seperti saat waktu normal. Sementara itu, dalam tiga bulan sebelumnya, mereka sempat membukukan kerugian US$ 6,7 miliar.
"Setelah kontraksi tajam pada paruh pertama tahun ini, ada beberapa tanda awal pemulihan ekonomi global karena negara-negara beralih ke pembatasan pergerakan yang lebih regional atau lokal," kata Chief Financial Officer Murray Auchincloss.
BP mengatakan bahwa minyak mentah berjangka Brent yang jadi patokan global untuk harga minyak, harga rata-ratanya US$ 43 per barel pada kuartal ketiga, atau naik 45% dibandingkan kuartal kedua.
BP menjelaskan bahwa mereka berencana untuk tetap pada perombakan bisnis yang diumumkan awal tahun ini.
Perusahaan telah menjanjikan peningkatan 10 kali lipat dalam investasi rendah karbon tahunan menjadi US$ 5 miliar pada tahun 2030. Namun, hal tersebut tak membuat prospek jangka pendek perusahaan keluar dari kerumitan.
Tapi jalan ke depan bagi perusahaan minyak tetap suram. Lonjakan kasus virus korona baru-baru ini di Amerika Utara dan Eropa menciptakan beberapa ketidakpastian.
Sementara itu, analis UBS Giovanni Staunovo mengatakan, lingkungan saat ini paling tepat digambarkan sebagai keseimbangan yang rumit. Di satu sisi, permintaan Asia secara efektif kembali ke tingkat normal, tetapi pembatasan masih dilakukan di negara barat.
"Beberapa pembatasan baru pada pergerakan di Barat dapat menyebabkan berkurangnya perjalanan, menimbulkan ancaman," kata Giovanni.
Perusahaan minyak juga harus menghadapi pergeseran jangka panjang dalam konsumsi minyak. Termasuk kemungkinan bahwa permintaan minyak mentah tidak akan pernah pulih sepenuhnya.
Giovanni memperkirakan minyak mentah Brent akan berakhir tahun ini pada US$ 45 per barel. Itu masih akan menjadi 32% di bawah harga di awal tahun 2020.
(zlf/zlf)