"UU No. 3 tahun 2020, sebagian besar kita menyambut baik UU ini akan menjadi landasan hukum yang kuat bagi industri dan pengolaan minerba. Namun sebagaimana kita ketahui, masih ada juga pihak yang ini memberikan masukan, masih belum 100% sepakat," tegasnya.
Menurutnya tidak masalah jika masih ada pihak-pihak yang belum bersepakat. Namun demikian, lanjutnya jangan sampai hal ini membuat upaya pemerintah tidak berada di sisi produktif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Buat saya bagus-bagus saja (kontra), namun kita antisipasi jangan sampai kondisi seperti ini malah membuat upaya kita tidak dalam posisi produktif," jelasnya.
Dia pun berharap dalam proses penusunan PP ini tidak digoyang terlalu kuat karena jika tidak selesai sesuai waktunya, maka akan berdampak tidak baik. Menurutnya, perlu disadari tidak ada yang sempurna di dunia ini.
"Namun, kalau kita ubah, mari kita ubah pada waktunya, silahkan nanti diusulkan melalui mekanise yang sesuai dan pada saat yang baik," terangnya.
Selain itu juga, menurut Ridwan, ada beberapa urgensi utama dalam rancangan undang undang undang (RUU) Minerba untuk aturan main. Pertama, ada ketentuan yang tak dapat dilaksanakan dalam UU No 4 /2009, antara lain, masalah lintas sektor yang belum selesai, seperti tumpang tindih perizinan pertambangan dengan kehutanan, kelautan dan perindustrian.
Karena itu katanya, perlu diatur bentuk pengusahaan batuan skala kecil dan untuk keperluan tertentu, serta penyesuaian keberlanjutan kontrak jadi izin.
Kedua, penyesuaian dengan UU No 23/2014 terkait penyerahan kewenangan pengelolaan pertambangan dari kota/kabupaten ke provinsi dan pusat. Selain itu, terkait penghapusan luas minimum wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) eksplorasi dan penetapan wilayah pertambangan oleh menteri setelah ditentukan gubernur.
Lanjut ke halaman berikutnya