Warga Padukuhan Menggoran II, Kalurahan Bleberan, Kapanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul kaget setelah mendapat tagihan listrik bengkak hingga jutaan rupiah. Pasalnya kedua warga ini selalu tertib membayar tagihan listrik dan setiap bulannya tidak pernah mencapai jutaan rupiah.
Mila Suharningsih (40) menjelaskan, bahwa dia sebelumnya memakai listrik berdaya 450 KWH. Namun karena kebutuhan akan listrik meningkat membuatnya ingin menaikkan daya listrik.
"Terus mau tambah daya 900 KWH tapi pas kosong dan disarankan ke 1.300 KWH. Yasudah dari 450 KHW jadi 1300 KWH," katanya saat ditemui di rumahnya, Jumat (27/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama itu, kata Mila, PLN sempat mengganti meteran listrik dengan yang baru. Selama itu pula dia selalu tertib membayar listrik dan tidak pernah ada tagihan yang signifikan setiap bulannya.
"Terus beberapa hari lalu ada tagihan sekitar Rp 790 ribu. Jadi itu itu tagihan bulan lalu tapi pembayaran bulan November ini," ucapnya.
"Saya kagetnya itu pembayaran listrik segitu itu apa saja. Biasanya kita bayar kan sekitar Rp 200 ribu sebulan tapi kok ini bisa sampai Rp 790 ribu," lanjutnya.
Karena tidak normal, dia lantas mengadu ke PLN dan PLN menyebut jika pembayaran tersebut sesuai dengan pemakaian. Namun hal aneh muncul kembali di mana ada beberapa petugas yang mendatangi rumahnya.
"Setelah saya bayar (tagihan bulan Oktober) 5 orang dari PLN, dari Yogya ke sini mau ngecek meteran, mereka mau menyamakan. Ternyata sama kata petugasnya," katanya.
"Nah selang beberapa hari datang lagi beberapa orang dari PLN, kemarin sudah dicek meterannya. Petugasnya bilang 'S/sebelumnya maaf ini bukan salah pelanggan atau anda ini salahnya petugas yang mencatat meteran di rumah penduduk. Ini ibu ada tagihan 28.434 KWH'," imbuh Mila.
Oleh karena itu Mila menanyakan berapa tagihannya. Namun petugas PLN mengarahkam Mila untuk datang ke Kantor PLN ULP Wonosari.
"Saya tanya dirupiahkan berapa? Terus besok penagihan bulan depan sama pemakaian saya berapa dia tidak jawab dan diarahkan untuk ke kantor saja. Besoknya saya ke PLN Wonosari Gunungkidul dan ketemu pak Eko. Di situ dijelaskan kalau tagihan 28 ribu (KWH) dirupiahkan jadi Rp 41 juta belum admin, kalau sama admin jadi Rp 44 juta," katanya.
PLN menyebut tagihan itu akumulasi penggunaan dari Januari 2019 hingga 2020 yang mengalami kekeliruan pencatatan. Dia mencontohkan kekeliruan itu di mana petugas hanya mencatat 100 KWH padahal penggunaannya 500 KWH.
"Saya tanya kok bisa dan saya ya tidak sanggup bayar segitu. Dia menjelaskan, kalau mau menilik laporan tidak cukup sehari dan saya minta keringanan karena ini bukan kesalahan saya, kesalahan petugas catat. Setelah minta keringanan dia bilang gini, oke dinego jadinya uang muka Rp 27 juta dengan angsuran Tp 1,5 juta selama setahun aku tetap tidak saguh (mampu)," ucapnya.
Namun Mila tetap meminta keringanan pembayaran kepada PLN. Pasalnya dia benar-benar tidak mampu.
"Nego lagi, terus dia (petugas PLN ULP Wonosari bilang) kita mentokkan Rp 8,7 juta dengan 5 juta uang muka dan sisanya diangsur selama 6 bulan. Jadi Rp 8,7 juta kalau dibayarkan lunas, kalau tidak lunas kan uang muka Rp 5 juta dan Rp 3 juta diangsur selama 6 bulan, gitu," katanya.
"Saya sudah tanda tangan (SPH) tapi belum bayar yang Rp 8,7 juta. Pas tanda tangan tidak suruh baca lagi dan dijelaskam detail, kita retinya masih berita acara dan tanda tangan. Nah sampai rumah kita lihat kok pengakuan hutang, woo ya memang kesalahan kita tidak teliti mungkin," ucapnya.
Baca juga: Tarif Listrik Sudah Turun, Kerasa Nggak Ya? |
Peristiwa yang sama juga dialami tetangga Mila, Suratno. Bagaimana ceritanya? Langsung klik halaman berikutnya.
Melonjaknya tunggakan tagihan listrik ini juga dialami oleh Suratno, tetangga Mila. Namun besaran tunggakan lebih kecil dibandingkan milik Mila karena tertunggak sebanyak 10.000 KWH. Anak Suratno, Zubaidi (40) mengatakan dengan tunggakan 10.000 KWH, maka diwajibkan membayar tagihan sebesar Rp16 juta.
Dia menyebut, listrik miliknya itu awalnya daya 450 KWH, tahun 2017 lalu dinaikkan menjadi 1300 KWH. Hal ini lantaran digunakan rumah anak pertama Suratno yang tepat didepannya, namun sebulan terakhir ini listrik hanya digunakan untuk keluarganya.
"Jelas kaget, wong kami rutin membayar pajak dan biasanya hanya di kisaran Rp200 ribu. Kalau suruh bayar segitu ya jujur saya keberatan," katanya saat ditemui di kediamannya.
Zubaidi menambahkan, berdasarkan koordinasi dengan manajemen dari PLN, pihaknya hanya diminta membayar sebesar Rp 8,7 juta. Yakni dengan membayarkan uang muka Rp 5 juta dan sisanya diangsur selama satu tahun.
"Awalnya minta dilunasi enam bulan, tapi saya nego agar dilunasi selama 12 bulan," ucapnya.
Bagaimana respons pihak PLN? Langsung klik halaman selanjutnya.
Manajer PLN ULP Wonosari, Pranawa Erdianta belum bisa dikonfirmasi terkait masalah ini. Saat coba ditemui di kantornya yang bersangkutan sedang tidak berada di ruangan karena ada penugasan dinas ke Semarang.
"Pak Manajer (PLN ULP Wonosari) ke Semarang, tadi berangkat sebelum jam 12.00 WIB," kata salah seorang satpam di kantor PLN Wonosari.
Sementara itu, Pejabat Humas PT. PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Yogyakarta, Rina Wijayanti mengaku bahwa ada kesalahan pencatatan dari petugas catat meter PLN. Kendati demikian, dia menyebut kedua pelanggan sudah mendapatkan penjelasan dari ULP Wonosari dan dari ULP Wonosari mengklaim kedua pelanggan itu sudah menerimanya.
"Ya memang dari PLN ada kesalahan itu (pencatatan meter), tapi dari PLN tidak serta merta menagihkan seluruhnya. Akhirnya dari PLN tadi ada kebijakan bahwa bisa diangsur bisa sampai 12 kali, tapi untuk yang perbulannya biar menyesuaikan dari pelanggan yang bisa dibayarkan tiap bulan berapa kuatnya itu makanya ditambahin yang dibayar di awal yang lebih besar tadi," ucap Rina saat dihubungi wartawan, Jumat (27/11/2020).
"Terkait kesalahan tadi ya sebenarnya salah juga dari PLN tapi sebenarnya dari pelanggan pun harusnya juga di awal instrospeksi kok bayarnya sedikit (tagihan listrik perbulannya)," imbuh Rina.
Rina juga menyebut, sebenarnya tidak ada negosisasi antara pelanggan dan PLN, karena sudah ada aturan jika pencatatan tidak tertagih lama dan tidak ditelusuri maka dihitung 6 bulan terakhir. Namun demikian, dengan kebijakan dari pihaknya bisa diangsur sampai 12 kali.
"Dia (Mila dan Suratno) sudah tanda tangan SPH tapi tidak tahu apa yang ditandatangani, itu yang aneh. Padahal sudah didatangi dari PLN dan dijelaskan, jadi harusnya pelanggan tahu itu tanda tangan apa. Dan yang disampaikan itung-itung pranawa ada aturannya, itu maksimal 6 bulan memakai rata-rata dan bisa diangsur ke 12 kali," ujarnya.
(hns/hns)