Tantangan Pemanfaatan Komponen Lokal Demi Kejar Target Produksi Minyak

Tantangan Pemanfaatan Komponen Lokal Demi Kejar Target Produksi Minyak

Tim detikcom - detikFinance
Selasa, 19 Jan 2021 13:39 WIB
Ilustrasi sektor migas
Foto: Istimewa
Jakarta -

SKK Migas tengah berupaya mengejar produksi minyak 1 juta barel per hari (bopd) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (bscfd) atau 3,2 juta barel setara minyak per hari (boepd) pada tahun 2030. Sejumlah upaya akan ditempuh untuk mengejar target tersebut.

"Jika target 2030 tercapai, maka sektor hulu migas akan mencatat rekor produksi migas terbesar sepanjang sejarah Indonesia," kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, Selasa (12/1/2020).

Berbagai program yang masif dan agresif dibuat dan coba diimplementasikan oleh para pelaku industri hulu migas Indonesia dalam upaya mengembalikan kejayaan industri hulu migas seperti beberapa dekade yang lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Program-program seperti pengeboran masif di wilayah kerja rokan yang akan berakhir di bulan Agustus 2021, pengeboran sebanyak 616 sumur di tahun 2021, rencana pengadaan tahun 2021 yang mencapai US$ 6,085 miliar sampai dengan pencapaian target Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) barang dan jasa di tahun 2021 sebesar 57 persen merupakan sedikit program yang dicanangkan oleh SKK Migas dan para Kontraktor Kerja Sama yang akan coba direalisasikan di tahun 2021 ini.

Praktisi Perminyakan Erwin Suryadi mengatakan, pemerintah setidaknya perlu memberikan 57 persen dari alokasi belanja KKKS yang sebesar US$ 6,085 miliar atau sekitar US$ 3,468 miliar ke pemain lokal atau pelaku industri dalam negeri.

ADVERTISEMENT

Dari perhitungannya, angka ini seharusnya dapat membantu pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam upaya melakukan pembelanjaan negara melalui APBN dan APBD untuk menggulirkan ekonomi di masyarakat.

"Program yang dibangun oleh SKK Migas sudah sejalan dengan program pemerintah yang selama ini dengan konsisten terus berusaha membangun kembali industri dalam negeri melalui berbagai produk hukum seperti misalnya: Peraturan Pemerintah no 29 tahun 2018 mengenai Pemberdayaan Industri, Peraturan Menteri ESDM no 15 tahun 2013 mengenai Penggunaan Produk Dalam Negeri Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Pedoman Tata Kerja SKK Migas no 007 tahun 2017 revisi 4 mengenai Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa," ujar Erwin, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (18/1/2021).

Dalam ketentuan-ketentuan tersebut sudah diatur secara runut dan rinci bagaimana mengenai roadmap penggunaan produk dalam negeri di industri hulu migas, yang saat ini sudah memasuki target jangka panjang, ketentuan untuk proses pengadaan barang dan jasanya serta keberpihakan untuk memberikan privilege bagi industri dalam negeri dengan diberlakukannya ketentuan mengenai pembinaan industri/perusahaan di dalam negeri.

"Secara khusus, pembinaan industri atau perusahaan dalam negeri di industri hulu migas ini yang perlu mendapatkan perhatian bagi seluruh stakeholder seperti misalnya: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan dalam negeri dan SKK Migas sendiri," tutur dia.

"Perhatian yang harus diberikan kepada pembinaan industri dalam negeri ini saat ini memang sudah dijalankan oleh para stakeholder terkait, akan tetapi menurut pandangan kami masih bersifat parsial dan belum dibahas secara holistik," Sambung dia.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Sebagai salah satu contoh, Kepala Divisi Pengadaan SKK Migas itu melanjutkan, dalam beberapa kali diskusi dengan asosiasi perusahaan di Indonesia, bahwa dalam hal meningkatkan daya saing industri atau perusahaan dalam negeri maka dibutuhkan adanya support teknis untuk dapat mengetahui spesifikasi yang dibutuhkan serta bila dimungkinkan rencana kuantitas produk yang akan dibeli, support pendanaan untuk dapat diberikan kemudahan untuk mendapatkan akses kredit dengan bunga yang bersaing serta support kebijakan fiskal yang melindungi perusahaan dalam negeri harus membayar pajak lebih besar dibandingkan dengan produk yang diimpor langsung dari luar negeri.

"Apabila ditelaah lebih jauh, support-support yang dibutuhkan ini sebenarnya saling mengait dan diperlukan bagi perusahaan atau industri dalam negeri untuk menentukan analisa kelayakan investasi yang akan dilakukan. Akan tetapi, setiap support tersebut ternyata secara kewenangan tidak dapat diberikan oleh instansi yang sudah disebutkan di atas," ungkapnya.

Kesulitan peningkatan besaran angka TKDN bagi industri atau perusahaan dalam negeri tersebut terlihat dari masih minimnya target pencapaian jangka pendek dan jangka menengah bagi beberapa komoditas yang tertulis dalam daftar roadmap yang dimaksud.

Kesulitan mengenai pencapaian target TKDN tersebut semakin kompleks di mana saat ini pemerintah juga sedang diminta untuk melakukan efisiensi (cost recovery di industri hulu migas) yang mengakibatkan industri atau perusahaan dalam negeri harus menjadi semakin efisien dalam memproduksi barang-barang yang dihasilkan.

"Dalam hal menjawab amanat pemerintah melalui berbagai ketentuan tersebut di atas, maka dalam rangka mempercepat proses pengembangan industri atau perusahaan dalam negeri yang dapat bersaing dan memberikan multiplier effect yang besar bagi perekonomian Indonesia, kelihatannya dibutuhkan peran lebih dari BKPM bersama-sama dengan SKK Migas dan didukung oleh stakeholder lainnya untuk dapat tampil lebih aktif untuk bisa bekerjasama dengan seluruh stakeholder tersebut dan memberikan bimbingan kepada para pelaku industri di dalam negeri," tuturnya.

Sehingga, Erwin menambahkan, dapat mengejar ketertinggalan atas target pencapaian roadmap TKDN yang sudah tertuang dalam Permen ESDM no 15 tahun 2013 tersebut, serta dapat membuat industri dalam negeri dapat lebih menunjukkan eksistensinya di dalam negeri.

"Peran BKPM, SKK Migas dan para stakeholder lainnya serta dukungan dan niat baik dari para pelaku bisnis di BUMN dan swasta inilah yang perlu kita tunggu. Sehingga, kita dapat menilai apakah target pemerintah untuk membangun industri atau perusahaan dalam negeri ini memang suatu keniscayaan ataukah mimpi di siang bolong. Kita tunggu," imbuhnya.


Hide Ads