Kementerian ESDM mengakui adanya ancaman pemadaman listrik bergilir. Meski begitu pemerintah sudah menyiapkan mitigasi untuk menghindari terjadinya pemadaman listrik bergilir.
Salah satu penyebab utama dari ancaman pemadaman listrik bergilir adalah terhambatnya pasokan batu bara untuk PLTU milik PLN. Penyebabnya cuaca ekstrim seperti curah hujan tinggi yang membuat produksi batu bara ditambah terganggu, hingga terjadinya banjir di Kalimantan.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, saat ini stok batu bara di PLTU sudah mulai berkurang karena tersendatnya pengiriman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan-jangan besok luasa kalau stok ini nggak ada, maka kemudian terjadi hal-hal yang tidak kita harapkan. Seperti yang beredar terjadi pemadaman. Tujuan kita adalah menjamin tidak adanya pemadaman," tuturnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (27/1/2021).
Rida mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah mengingatkan kepada PLN untuk mengamankan pasokannya agar tak terjadi pemadaman listrik. PLN pun sudah melakukannya, namun cuaca ekstrem yang terjadi diluar prediksi. Oleh karena itu pemerintah sudah menyiapkan 6 langkah mitigasi.
Pertama, menjaga reliability dari PLTU. "Jangan sampai PLTU-nya ngambek. Kita sudah amankan supply chain malah PLTU-nya ngambek. Nah kita minta mereka pastikan PLTU-nya reliable," terang Rida.
Kedua, pemerintah meminta para Independent Power Producer (IPP) atau pembangkit listrik milik swasta untuk memaksimalkan produksinya. Sebab rata-rata stok batu bara milik IPP sekitar 25-30 hari, lebih tinggi dari rata-rata stok PLN 15 hari. Stok milik PLN itu pun rata-rata sudah mulai berkurang.
Ketiga, melakukan optimasi stok. PLN diminta menggenjot produksi PLTU yang memiliki stok masih banyak, sambil menunda produksi pembangkit yang stoknya sudah menipis.
"Misalnya PLTU 1 punya stok 15 hari, yang satu lagi 5 hari, ya kita utamakan yang 15 hari dulu untuk beroperasi, yang satu nunggu. Lalu ada pengiriman batubara yang tadinya ditujukan untuk pembangkit A, tapi kebetulan di pembangkti A stocknya masih 15 hari dan di pembangkit yang satunya tinggal 4 hari, itu dioper ke yang 4 hari dulu. Jadi mengatur produksi listrik berdasarkan ketersediaan stock," terangnya.
Keempat, memaksimalkan penggunaan gas untuk pembangkit listrik. Mitigasi itu dilakukan jika seluruh pasokan batu bara untuk pembangkit terlambat datang secara serentak. Lalu jika penggunaan gas sudah maksimal, maka pilihan terakhir menggunakan BBM untuk pembangkit listrik.
"Jadi kalaupun gasnya sampai mentok maksimum kapasitasnya masih kurang juga memenuhi kebutuhan pemakaian kita, maka dengan sangat sangat sangat terpaksa, kita bakar BBM. Kenapa sangatnya 3 kali karena BBM itu sangat mahal dan akan meningkatkan biaya operasi, jadi itu opsi terakhir," kata Rida.
Kelima, dalam rangka menjamin kualitas, jika dimungkinkan pengiriman batu bara akan dilakukan dengan oleh kapal vessel. Namun sayangnya belum tentu semua pelabuhan memiliki fasilitas yang bisa disandari oleh kapal vessel.
Rida menjelaskan, kapal vessel memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan kapal tongkang. Kapasitas vessel jauh lebih besar yakni hingga 62 ribu ton, sedangkan tongkang hanya 7 ribu ton.
Selain itu kapal vessel juga bisa mengangkut batu bara secara tertutup dibandingkan tongkang yang terbuka. Sebab air hujan membuat batu bara menjadi lengket dan menempel satu sama lain. Hal itu membuat kualitas batu bara menurun saat dibakar dipembangkit.
Langkah keenam untuk mencegah pemadaman listrik adalah dengan melakukan penjadwalan ulang waktu perawatan pembangkit listrik. Setiap pembangkit yang sudah masuk jadwal perawatan rutin akan digeser agar pembangkit itu tetap bisa beroperasi.
(das/dna)