Insiden kebakaran di area Kilang Balongan, Indramayu, Jawa Barat dipelototi Ombudsman Republik Indonesia. PT Pertamina (Persero) selaku pengelola kilang dinilai memiliki sederet kesalahan.
Pertamina pun diminta melakukan ganti rugi terhadap masyarakat sekitar akibat dari dampak yang ditimbulkan karena kebakaran di kilang. Baik dampak kerusakan fisik bangunan maupun korban jiwa.
Hery juga mengimbau agar para korban yang belum mendapatkan haknya atau kesulitan mendapatkan ganti rugi segera melapor ke Ombudsman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menyerukan kepada warga terdampak, korban kebakaran kilang minyak agar melapor apabila proses ganti rugi akibat dampak kebakaran tidak juga didapatkan sebagaimana haknya. Kami minta proses verifikasi dilakukan responsif dan cepat, tidak menunda," ungkap Hery dalam konferensi pers virtual, Rabu (14/4/2021).
Hery juga menyampaikan ada 3 kelalaian Pertamina di balik insiden kebakaran di Kilang Balongan. Apa saja?
1. Tidak Dengarkan Keluhan Masyarakat
Dari hasil investigasi Ombudsman, Hery menyebut sebelum ledakan dan kebakaran terjadi di area kilang. Masyarakat sekitar sempat mencium adanya bau menyengat dari arah kilang.
Dia mengatakan dari cerita masyarakat sekitar, Pertamina tidak langsung menjelaskan bau menyengat yang dikeluhkan masyarakat itu datangnya dari mana. Bahkan, masyarakat sempat menggeruduk kantor humas Pertamina untuk meminta penjelasan soal hal tersebut, namun tidak mendapatkan jawaban.
"Kami menilai bahwa dalam proses penangan itu tidak ada satu langkah yang langsung direspons Pertamina, padahal warga sudah teriak-teriak di depan kilang, ini semacam ada kelalaian," kata Hery.
Tak lama setelah kejadian itu, akhirnya ledakan terjadi di area kilang. Tepatnya pada 4 fasilitasi tangki penyimpanan BBM Pertalite.
Hery menilai harusnya peringatan yang diberikan masyarakat sekitar direspons Pertamina, namun pada saat kejadian tidak ada langkah apapun yang dilakukan.
"Harusnya itu bau menyengat kan pertanda untuk early warning system. Ternyata responsnya tidak diperhatikan bahkan dibiarkan," kata Hery.
2. Tak Ada Edukasi Bencana
Hery juga menilai Pertamina tidak memiliki metode mitigasi bencana yang terjadi pada kilang, termasuk bagi warga sekitar.
"Saran kami Pertamina harus mengkoordinir rencana kontigensi ke BPBD setempat agar mitigasi penanganan bencana serupa dilakukan optimal. Pertamina juga harus berikan edukasi terkait potensi bencana di sekitar kilang," tegas Hery.
Hery menjelaskan kejadian ini juga memakan korban, ada sekitar 6 orang yang langsung terdampak kejadian ledakan dan kebakaran di area Kilang Balongan. 6 orang itu adalah warga sekitar yang melintas usai pulang pengajian.
"Kemudian ini ada 6 orang baru pulang pengajian nisfu sya'ban nggak sengaja melintas saat ledakan. Saat ledakan, mereka ikut terhempas dan mendapatkan luka berat," ujar Hery.
3. Peralatan Sudah Tua
Herry menilai pemerintah perlu meninjau ulang teknologi dan peralatan Pertamina yang usianya sudah tua.
"Memang perlu diinvestigasi lebih lanjut pada perlengkapan Pertamina yang usianya tua. Ini urgent untuk diperhatikan bersama, apalagi kejadian ini sudah 3 kali berulang," ungkap Hery.
Dia mengatakan peralatan di kilang Pertamina mesti diremajakan. Dari kejadian kebakaran terakhir di kilang Balongan misalnya, Hery menilai bisa saja kebakaran dipicu karena alat yang sudah tua, dan memiliki kebocoran.
Pasalnya, bau menyengat sempat tercium dari dalam kilang oleh masyarakat sekitar. Akibat kebocoran itu, muncul lah reaksi kimia yang terpercik petir dan membuat tangki terbakar.
"Ini kembali lagi bagaimana pengelolaan alat yang harus diremajakan, dimodifikasi. Jangan merawat barang yang sudah usang dan rentan bocor dan tidak resistance petir dan percikan api," ungkap Hery.
(hal/dna)