Perusahaan asal China yakni Tsingshan Steel belum mendapat restu membangun smelter PT Freeport Indonesia (PTFI). Tawaran Tsingshan telah diajukan sejak 2020, dengan lokasi smelter di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Sebenarnya, proyek smelter itu sudah mulai dilakukan di kawasan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur oleh PTFI. Namun, proyek itu sempat terhenti karena pandemi COVID-19.
Setelah masuknya penawaran dari Tsingshan, PTFI dan MIND ID mempertimbangkan apakah akan melanjutkan pembangunan smelter di Gresik, atau di Weda Bay yang ditawarkan perusahaan China tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada keputusan terhadap tawaran Tsingshan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, karena kasus COVID-19 sudah menurun, PTFI kini sudah melanjutkan kembali proses pembangunan smelter tembaga di Gresik.
"Tsingshan kita masih diskusi sama mereka. Kita dua-duanya jalan kok. Sama mereka ngomong terus, tapi di Gresik juga jalan. Jadi kalau memang lebih ke Gresik, kita akan ke Gresik, nggak apa-apa. Karena kan COVID-19 sudah menurun kan. Jadi sebentar lagi dua-duanya akan bergerak, dan kita dievaluasi secara berkala oleh Kementerian ESDM," kata CEO Grup MIND ID Orias Petrus Moedak dalam konferensi pers virtual, Jumat (7/5/2021).
Di sisi lain, proyek smelter itu ditargetkan rampung pada akhir 2023. Oleh sebab itu, Orias mengatakan apabila keputusan terkait kelanjutan proyek tersebut tak ditetapkan bulan ini, maka proyek bisa molor.
"Semua masih sesuai jadwal. Jadi kita negosiasi ini dengan jadwal masih sama ya. Jadi mudah-mudahan ini nggak terlambat. Kalau sampai Juni atau Juli ya mungkin sudah beda," terang Orias.
Ia mengatakan, pihaknya mempertimbangkan tawaran Tsingshan karena biaya pembangunan diproyeksi lebih murah, dan juga waktunya kemungkinan bisa lebih cepat.
Sementara itu, jika smelter tetap dibangun di Gresik, maka biaya pembangunan diperkirakan mencapai US$ 3 miliar atau mencapai Rp 42,47 triliun (kurs Rp 14.158), dan semuanya harus ditanggung oleh PTFI. Sedangkan, jika dibangun di Weda Bay melalui kerja sama dengan Tsingshan, PTFI hanya perlu membayar 25% dari total biaya pembangunan.
"Kalau lokasi di Weda Bay, porsinya Freeport itu 25% saja. Sementara kalau di JIIPE itu 100%. Nah di situ kan ada porsi kita sekitar 80-an% yang kita harus nimbrung lah kalau kita tidak mengatur baik-baik pinjamannya. Kalau pinjam kita tidak ikutan, tapi kalau tidak pinjam kita harus ikut bayar, itu perjanjiannya begitu. Nah Freeport tentu harus melakukan pinjaman supaya Inalum nggak perlu setor," paparnya.
Namun, pihaknya masih mempertimbangkan apakah biaya murah yang ditawarkan Tsingshan benar adanya. Faktor kualitas juga jadi pertimbangan.
"Ini memang ada opsi yang lebih murah. Tetapi timing dan quality kita mesti lihat, harga dan sebagainya kita mesti lihat harga final. Sebenarnya murah itu di mana? Jangan sampai awal murah, tapi belakangan mahal. Itu yang mesti dilihat. Jadi kita sedang melakukan negosiasi itu," pungkas Orias.
(vdl/hns)