Pemerintah Siap Tingkatkan Penggunaan Pembangkit Listrik 'Hijau'

Pemerintah Siap Tingkatkan Penggunaan Pembangkit Listrik 'Hijau'

Yudistira Imandiar - detikFinance
Minggu, 06 Jun 2021 19:37 WIB
PLN melalui Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Barat (UIT JBB) sebagai pengelola aset transmisi, melakukan pemeliharaan jaringan  transmisi dan gardu induk secara berkala.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meningkatkan porsi penggunaan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Hal itu tertuang dalam draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Dalam RUPTL PLN 2021-2030, porsi pembangkit EBT ditingkatkan menjadi 48 persen atau 19.899 MW. Sementara itu, pada RUPTL 2019-2028 pemanfaatan pembangkit EBT di kisaran 30%. Adapun dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, target penambahan pembangkit listrik mencapai 41 gigawatt (GW).

"Kami ingin RUPTL yang sedang disusun saat ini adalah RUPTL yang greener, lebih hijau. Dalam artian, porsi EBT lebih baik daripada versi RUPTL sebelumnya. Perbandingannya, RUPTL yang ada saat ini (2019-2028) hanya merencanakan 30% EBT. Sementara yang kita susun saat ini minimum 48%," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana dikutip dalam keterangan tertulis, Minggu (6/6/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rida menyebut penyusunan RUPTL 'hijau' ini sejalan dengan target bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025. RUPTL 2021-2030 yang saat ini masih dalam pembahasan, ungkap Rida, memuat beberapa kebijakan yang berorientasi pada kelestarian lingkungan, antara lain konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke pembangkit EBT, co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara, retirement pembangkit tua, dan relokasi pembangkit ke sistem yang memerlukan.

Ditjen Ketenagalistrikan juga tengah merancang template Net Zero Emission (NZE), sebagai perwujudan realisasi komitmen Presiden Joko Widodo pada COP 21 tahun 2015.

ADVERTISEMENT

"Kita sedang menyusun program, termasuk regulasinya, bagaimana mengurangi porsi pembangkit (fosil) secara natural. Namun yang menjadi penting juga, bagaimana kita memenuhi demand yang diyakini akan naik serta di sisi lain mengurangi operasional pembangkit batubara dan kemudian menggantikannya. Kita sedang merancang template NZE seperti apa, minimum dari pembangkitan," papar Rida.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang menyusun dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 yang memuat visi mengenai rencana NZE. Untuk mendukung hal tersebut, Ditjen Ketenagalistrikan sedang menyusun perencanaan NZE yang berasal dari sub sektor ketenagalistrikan.

Peningkatan Rasio Elektrifikasi

Selain mendorong pemanfaatan EBT, Rida menyampaikan pemerintah juga memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan listrik secara merata. Kementerian ESDM menargetkan Rasio Elektrifikasi menyentuh 100% pada tahun 2022.

"Kita sudah rancang, hal tersebut tercantum dalam draft RUPTL 2021-2030, bahwa di tahun 2022 kita upayakan rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik bisa 100%," urainya.

Sebagai gambaran, per Maret 2021, rasio elektrifikasi mencapai 99,28% dan rasio desa berlistrik 99,59%. Pemerintah mengupayakan 0,72% rumah tangga dan 0,41% desa di seluruh Indonesia yang belum berlistrik bisa segera mendapatkan akses listrik.

"Yang menjadi perhatian kita adalah yang belum berlistrik. Itu yang kemudian kita kejar, baik untuk rasio elektrifikasi maupun rasio desa berlistrik. Kita pastikan agar akses energi bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia di manapun berdomisili," cetus Rida.

Rida mengakui, kemajuan upaya melistriki seluruh Indonesia saat ini mengalami perlambatan. Dari akhir tahun 2020 hingga Mei 2021, kenaikan rasio elektrifikasi hanya 0,08%. Ia mengungkapkan hal itu disebabkan karena lokasi masyarakat yang belum menikmati listrik berada di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), yang memiliki tantangan dari kondisi geografi dan demografinya.




(ega/ega)

Hide Ads