Royal Dutch Shell mengumumkan akan membangun pyrolysis oil upgrader miliknya di Singapura yang dapat digunakan untuk mengubah limbah plastik menjadi bahan baku kimia, dan rencana ini juga mendukung agenda peralihan Shell dari minyak dan gas ke energi terbarukan dan energi rendah karbon.
Dikutip dari Reuters, Selasa (23/11/2021), Terkait rencana tersebut, perusahaan juga mempertimbangkan untuk membangun pusat penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) regional dan pabrik bahan bakar nabati berkapasitas 550.000 ton per tahun di lokasi manufaktur Pulau Bukom yang sudah berusia 60 tahun.
Proyek-proyek tersebut merupakan bagian dari rencana Shell Singapura untuk mengurangi emisi dari pengopersiannya sendiri hingga setengah dari angka di tahun 2016 pada tahun 2030.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahun ini, kami telah mengurangi separuh kapasitas pemrosesan minyak mentah kami, yang sejalan dengan target global Shell untuk mengurangi emisi," kata Direktur Hilir Shell, Huibert Vigeveno.
Shell juga telah berjanji untuk mengurangi separuh emisi dari operasi globalnya pada tahun 2030, dan mengurangi jejak karbon bersihnya sebesar 45% pada tahun 2035.
Pyrolysis yang direncanakan ini akan melelehkan sampah plastik menjadi produk seperti minyak pirolisis yang dapat ditingkatkan sebagai bahan baku plastik dan bahan kimia. Meskipun proses ini tidak terbukti secara komersial dan akan menghabiskan banyak energi.
Shell juga berencana akan membangun dua unit konversi kimia di Asia untuk mengubah sampah plastik menjadi minyak pirolisis untuk Shell Energy and Chemical Park Singapura di Bukom dan Jurong Island, dimana rencana ini serupa dengan pembangunan unit di Belanda dengan mitra joint venture BlueAlp yang akan beroperasi pada 2023.