Persetujuan Paris atau Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) telah mendorong Indonesia untuk menurunkan emisi.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan, menurut data yang dia miliki, total emisi Indonesia di 2020 mencapai 587 juta ton CO2e.
"Ini didominasi oleh emisi dari pembangkit fosil, transportasi, dan industri manufaktur," tuturnya dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi DPR RI, Selasa (14/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Dirut PLN: 2026, PLTU Batu Bara Haram |
Dari total emisi itu, penyumbang terbesar adalah pembangkit fosil sebanyak 278,3 juta ton CO2e. Kemudian yang kedua sektor transportasi sebanyak 132,9 juta ton CO2e, dan diikuti oleh industri manufaktur 105,1 juta ton CO2e.
"Kami berharap dengan implementasi strategi menuju net zero emission dapat kita tekan di tahun 2060 yaitu hanya mencapai 400 juta ton," tuturnya.
Arifin menjelaskan, jika pemerintah tidak melakukan upaya penekanan laju emisi tersebut, maka total emisi energi di 2060 bisa mencapai 2 giga ton CO2e.
"Itu kalau tidak melakukan apapun maka emisi bisa mencapai 2 giga ton di tahun 2060," tuturnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Pemerintah Susun Peta Jalan
Oleh karena itu pemerintah telah menyusun peta jalan energi menuju karbon netral. Salah satunya dengan mengembangkan energi baru terbarukan (EBT).
Untuk mencapai target bauran energi, pemerintah juga membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dibagi menjadi PLTS skala kecil, PLTS terapung, dan PLTS skala besar.
Untuk PLTS skala kecil dilakukan di atap gedung. Targetnya di 2025 bisa mencapai 3,6 giga watt. Lalu untuk PLTS terapung akan dilakukan di permukaan waduk dan danau dengan potensi energi diperkirakan mencapai 26 giga watt.
"Sedangkan untuk PLTS skala besar kita targetkan di 2030 bisa mencapai 4,68 giga watt," tutupnya.