Simak! Ini 3 Isu Penting dalam RUU Energi Baru Terbarukan

Simak! Ini 3 Isu Penting dalam RUU Energi Baru Terbarukan

Siti Fatimah - detikFinance
Selasa, 14 Des 2021 20:30 WIB
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengajak Pemda untuk dapat mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Salah satunya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Ilustrasi/Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan untuk menciptakan iklim pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang kondusif, berkelanjutan, dan adil membutuhkan regulasi setingkat undang-undang (UU) sebagai dasar hukumnya.

"Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT, kesepakatan yang sudah diambil teman teman di Komisi VII DPR maka akan ada masa transisi yang akan masuk di dalam Rancangan Undang-Undang ini, masa transisi itu kurang lebih 10 tahun jadi kita berharap nanti di tahun 2060 penggunaan energi fosil itu nanti akan benar-benar tergantikan dengan energi baru maupun terbarukan," ujar Supratman dalam keterangan tertulis, Selasa (14/12/2021).

Selain itu, di dalam RUU yang akan diserahkan kepada pemerintah tersebut dimasukkan juga masa transisi penggunaan solar sebagai bahan bakar pembangkit ke EBT karena meskipun kecil namun subsidi yang diberikan cukup besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita minta kepada PLN untuk menggantikan pembangkit listrik yang menggunakan solar di daerah terluar dan pedesaan-pedesaan digantikan dengan energi baru terbarukan termasuk kemungkinan-kemungkinan digantikan dengan gas kolaborasi antara Pertamina dengan PLN untuk menggantikan pembangkit solar dengan gas," ujarnya.

Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, RUU EBT diharapkan akan memberikan kepastian hukum, menyelaraskan Peraturan Perundangan terkait, memperkuat kelembagaan dan tata kelola pengembangan EBT, menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor EBT, serta dapat mengoptimalkan sumber daya EBT dalam mendukung pembangunan industri dan ekonomi nasional.

ADVERTISEMENT

RUU EBT yang saat ini masih di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan segera ditindaklanjuti Pemerintah setelah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Apabila DPR RI selaku inisiator telah menyampaikan RUU EBT kepada Presiden RI, maka Pemerintah akan menindaklanjuti berupa penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)," papar Arifin.

Ada tiga isu di RUU EBT. Berlanjut ke halaman berikutnya.

Beberapa isu strategis yang menjadi perhatian publik dan perlu menjadi perhatian untuk dibahas dan diputuskan dalam penyusunan RUU EBT antara lain, pertama, ruang lingkup pengaturan dalam RUU EBT, mencakup energi baru dan energi terbarukan atau hanya energi terbarukan.

Kedua, debottlenecking regulasi yang menghambat pengembangan EBT. Selain itu diperlukan pengaturan mekanisme penyaluran melalui skema Power Wheeling untuk lebih memberikan ruang bagi kerjasama penyediaan dan pemanfaatan EBT antar badan usaha.

Ketiga, pengaturan standar portofolio energi terbarukan dan perdagangan karbon dalam substansi RUU EBT sejalan dengan telah adanya ketentuan mengenai pajak karbon dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan ketentuan mengenai nilai ekonomi karbon dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon.

Arifin juga mengatakan diperlukan pengaturan terkait transisi energi dari sumber energi fosil menjadi energi baru dan terbarukan untuk mencapai target pemanfaatan EBT dalam Bauran Energi Nasional sebesar 23% pada tahun 2025.

"Kami mendukung substansi pokok sebagaimana telah dirumuskan dalam RUU EBT seperti pengaturan mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang disesuaikan dengan kemampuan industri dalam negeri serta memperhatikan competitiveness harga EBT, kewajiban pembelian tenaga listrik EBT, insentif pengembangan EBT, pemenuhan standar portofolio energi terbarukan dan kewajiban untuk membeli sertifikat energi terbarukan, harga dan subsidi EBT, dan partisipasi masyarakat," pungkas Arifin.

Halaman 2 dari 2
(ara/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads