Pertambangan menjadi salah satu industri yang memiliki risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang tinggi. Oleh karena itu, perusahaan tambang diwajibkan untuk memiliki prosedur dan sistem khusus untuk menjamin keselamatan para pekerjanya.
Executive Vice President Operation sekaligus Kepala Teknik Tambang PT Freeport Indonesia (PTFI), Carl Tauran, mengakui para pekerja tambang amat berisiko, khususnya di area Tambang Bawah Tanah Tembagapura, Papua
"Salah satu konsekuensi tambang bawah tanah dengan metode Blok Caving adalah potensi risiko karena beban bebatuan yang akan jatuh terus disebabkan daya gravitasi. Cara kami mengambilnya dengan drawpoint dan kita harus mengambilnya secara merata di pilar struktur batuan itu, kalau gak sama ambilnya maka akan berat sebelah dan menyebabkan seismik," jelas dia kepada detikcom, beberapa waktu lalu.
Bukan hanya reruntuhan batuan akibat kesalahan teknis, melainkan juga karena batuan basah atau wet muck yang dapat membahayakan para pekerja tambang. Apalagi cara mengambil bijih atau batuan di tambang bawah tanah dengan menggunakan lori atau kereta yang dioperasikan tanpa awak. Kereta ini secara otomatis dikendalikan oleh operator di luar tambang melalui teknologi komputerisasi.
"Salah satu teknologi yang kita terapkan adalah dengan menggunakan remote control. Sebagian besar alat produksi sudah automation, tidak ada operator di lapangan, sebagian besar kami operasikan dari control room sehingga potensi operator terekspose dengan kecelakaan bisa kita minimalisir," sambungnya.
(mul/akn)