Sri Lanka dan Kazakhstan tengah terguncang. Kedua negara itu sama-sama sedang mengalami permasalahan pelik tentang energi.
Sri Lanka tengah mengalami kekurangan pasokan gas. Banyak dari warga Sri Lanka yang harus rela mengantre panjang untuk mengisi ulang tabung gas mereka.
Seperti di Kolombo, terdapat antrean panjang warga untuk isi ulang tabung gas. Masyarakat setempat biasa menggunakan gas untuk memasak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keadaan yang lebih parah lagi terjadi di Kazakhstan. Terjadi unjuk rasa yang berujung rusuh untuk memprotes kenaikan harga bahan bakar.
Parahnya lagi kerusuhan itu berujung pada keputusan Presiden Kazakhstan, Kassym Jomart Tokayev, membubarkan kabinet pemerintahannya. Tokayev juga menetapkan masa darurat di kota Almaty dan Provinsi Mangystau yang dilanda kerusuhan akibat demo BBM tersebut.
Seperti dilansir AFP, Rabu (5/1/2022), ribuan demonstran turun ke jalanan di kota Almat, kota terbesar dan ibu kota finansial, dan di Provinsi Mangystau untuk memprotes kenaikan harga bahan bakar atau Liquified Petroleum Gas (LPG) dan menuntut pengunduran diri pemerintah Kazakhstan
Kota Almaty dilanda kekacauan sejak Selasa (4/1) tengah malam, setelah polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan para demonstran.
Sementara di Indonesia kondisi masih adem ayem di tengah kenaikan harga LPG nonsubsidi.
Lihat juga video 'Harga LPG Non Subsidi Naik, Warga Mulai Beralih ke Gas Melon 3 Kg':
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Namun Indonesia juga memiliki permasalahan energi dari sektor kelistrikan. Ternyata Indonesia terancam krisis energi karena pasokan batu bara untuk PLTU domestik jauh berkurang.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan, menurut hasil pemetaan yang dilakukan ada sekitar 10 ribu megawatt (MW) PLTU yang terancam padam karena tidak adanya pasokan batu bara.
"Potensi terjadinya power failure, listrik mati, itu kita nggak mau. Bayangin perhitungannya kalau batu bara nggak ada, bisa yang terancam ini 10 ribu MW, ini kerugiannya industri sama masyarakat bagaimana ini, kita nggak mau," terangnya usai melakukan sidak di kantor pusat PLN, Jakarta Selatan, Selasa (4/1/2022).
Lebih jauh Arifin menjelaskan, dari 10 ribu MW PLTU yang terancam itu sebagian besar dari PLTU Suralaya unit 1-7 dan PLTU Jawa-7. Artinya yang terancam mengalami gelap gulita adalah wilayah Jawa, Madura dan Bali (Jamali).
"Itu adanya backbone, nasional. Tetapi kalau di peta tadi itu terutama PLTU Suralaya 1-7 dan PLTU Jawa-7, total 5,4 GW. Jadi yang krisis itu di Jamali kalau sampai terjadi," terangnya.
(das/ara)