Salah satu penyebab minimnya pasokan batu bara ke PLN adalah tingginya perbedaan harga jual di pasar global dengan di dalam negeri. Akibatnya banyak pengusaha batu bara memanfaatkan permintaan pasar global untuk meraih cuan besar ketimbang memenuhi kewajiban mereka memasok batu bara untuk PLN.
"Disparitas harganya tinggi banget, bisa US$ 180 - 200 per ton, sedangkan harga DMO (Domestic Market Obligation) untuk PLN cuma US$ 70 per ton," kata Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira kepada Tim Blak-blakan detikcom, Jumat (7/1/2022).
Karena itu untuk menyiasatinya Aspebindo antara lain mengusulkan agar pemerintah menaikan harga DMO untuk PLN sama dengan untuk industri semen dan pupuk sebesar 90 dolar per ton. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan harga ini sejak awal November 2021, dan akan berlaku hingga Maret 2022. Sementara harga DMO untuk kelistrikan sebesar US$ 70 telah berlaku sejak 2018.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara hitung-hitungan di atas kertas kenaikan ini memang akan meningkatkan ongkos produksi listrik PLN dan memicu kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Tetapi menurut Anggawira hal itu tak perlu dilakukan karena pemerintah pada dasarnya telah mendapatkan pemasukan cukup besar dari pajak ekspor batu bara.
"Menurut saya yang paling penting tadi harus dihitung juga berapa penerimaan negara yang masuk. Pemerintah kan dapat cuan dari harga ekspor yang tinggi, instrumen fiskalnya bisa saling menopang. Kita juga nggak mau beban rakyat sudah berat, kalau harus naik TDL," papar Anggawira.
Seperti diketahui sejak awal Januari 2022 pemerintah melarang ekspor batu bara dan meminta para pengusaha memprioritaskan pasokan untuk PLN. Menipisnya stok batu bara untuk PLN berdampak pada sekitar 20 PLTU dengan kapasitas daya 10.000 MW. Angka ini setara dengan potensi gangguan bagi 10 juta lebih pelanggan PLN.
Soal potensi krisis pasokan batu bara ke PLN, menurut Anggawira, sebetulnya sudah ia suarakan sejak September 2021. Karena itu pembenahannya tak cuma soal perbaikan harga jual DMO, tapi juga manajemen PLN dalam kontrak pembelian dan pembayaran, distribusi, serta lainnya. Pemerintah pun sebetulnya harus tegas dalam penegakkan hokum terkait kewajiban pemenuhan DMO minimanl 25% sehingga larangan ekspor tidak diberlakukan secara pukul rata.
"Skema atau mekanismenya kan sudah teratur, sudah inlink antara satu sama lain. Sebenarnya itu bisa kelihatan perusahaan ini pemenuhannya sudah berapa, yang lain berapa. Jadi di tengah jalan itu bisa langsung diperingati. Setiap barang yang keluar ini kan harus ada izin ekspornya, izin kapalnya," papar Anggawira.
Baca juga: Kesalahan Besar di Balik Krisis Batu Bara RI |