Pemerintah Diminta Lanjutkan Larangan Ekspor Batu Bara

Pemerintah Diminta Lanjutkan Larangan Ekspor Batu Bara

Trio Hamdani - detikFinance
Senin, 10 Jan 2022 22:57 WIB
Tambang Batu Bara
Foto: Ilustrasi larangan ekspor Batu Bara (Fuad Hasim/detikcom)
Jakarta -

Pemerintah didorong melanjutkan larangan ekspor batu bara yang dimulai sejak 1 Januari. Rencananya kebijakan tersebut berlaku hingga 31 Januari namun akan dievaluasi.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyoroti penguasaha batu bara di dalam negeri dan sejumlah negara yang telah menyampaikan protes keras kepada pemeritah Indonesia atas kebijakan larangan ekspor batu bara.

Berbagai negara mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut larangan ekspor batubara. Larangan ekspor tersebut tidak hanya melambungkan harga batubara dunia hingga mendekati US$ 200 per metrik ton, tetapi juga mengancam keberlangsungan pembangkit listrik yang menggunakan energi primer batubara di berbagai negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Biarkan suara-suara lantang menentang, kelanjutan larangan ekspor batu bara harus tetap berlalu hingga pengusaha batu bara sudah memenuhi ketentuan DMO," katanya dalam tulisan 'Lanjutkan Larangan Ekspor Batubara' dikutip detikcom, Senin (10/1/2022).

Larangan ekspor batu bara sendiri dipicu oleh tidak dipenuhinya Domestic Market Obligation (DMO) yang mewajibkan pengusaha memasok batu bara ke PT PLN (Persero) sebesar 25% dari total produksi per tahun dengan harga US$ 70 per metrik ton.

Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik

Menurut Fahmy memang ada denda bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan DMO batu bara, namun dendanya sangat kecil. Oleh karenanya ketika harga batu bara sedang bagus maka pengusaha lebih memilih melakukan ekspor dan membayar denda.

"Pada saat harga batu bara membumbung, pengusaha memilih membayar denda untuk lebih mendahulukan ekspor seluruh produksi batubara ketimbang memasok kebutuhan batubara PLN sesuai ketentuan DMO," ujarnya.

Fahmy menyebutkan hingga Desember 2021, dari 5,1 juta ton kebutuhan PLN, pengusaha hanya memasok sebesar 350 ribu metrik ton atau sekitar 0,06% dari total kebutuhan. Jika kebutuhan PLN tidak segera dipenuhi maka berpotensi menyebabkan 20 PLTU batu bara dengan daya sekitar 10.850 mega watt padam.

"Alternatifnya, PLN membeli batu bara di pasar dengan harga sebesar US$ 196 per metrik ton. Namun, alternatif ini menyebabkan harga pokok penyediaan listrik (HPP) PLN membengkak. Ujung-ujung PLN harus menaikkan tarif listrik untuk mencegah kebangkrutan. Kenaikan tarif listrik sesuai harga keekonomian sudah pasti akan menaikkan inflasi yang makin memberatkan beban rakyat dan memperpuruk daya beli masyarakat," jelasnya.

Jika larangan ekspor batu bara tidak diberlakukan, lanjut dia dapat menyebabkan PLN menaikkan tarif listrik sehingga akan semakin memberatkan beban rakyat.

"Sungguh amat ironis, batu bara yang seharusnya untuk memakmurkan rakyat justru memberatkan rakyat," tambah Fahmy.


Hide Ads