Apalagi, PNRE melalui PGE juga tengah mengembangkan potensi panas bumi di Indonesia.
"Bukan hanya untuk pembangkit listrik, tapi juga panas bumi yang mampu mengurangi emisi karbon yang mampu meningkakan kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik," ujar Pahala.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kata Pahala, PGE dengan visi beyond geothermal-nya ditargetkan bisa menjadi perusahaan energi hijau kelas dunia (World Class Green Energy Company). Ini memungkinkan karena PGE bisa menjadi tiga pemain besar geothermal dunia.
Pahala menyakini, potensi energi hijau sangat besar. Sebagai gambaran, Energy Market Authority (EMA) Singapura telah mengumumkan akan melakukan diversifikasi sumber listriknya lewat pembangkit energi terbarukan hingga 4 gigawatt (GW) non-intermiten pada tahun 2035.
"Ini juga potensi yang bagus untuk ekspor, dengan faktor kedekatan Indonesia dengan Singapura. Peluang ini harus ditangkap cepat (fast response) dan dimanfaatkan," papar Pahala.
Pahala mengingatkan, gerak cepat negara tetangga juga harus menjadi perhatian BUMN agar tak ketinggalan dalam penyediaan energi listrik EBT.
"Untuk itu, dibutuhkan sinergi yang kuat antara PNRE, PGE dan PLN untuk menyediaan kebutuhan energi hijau di dalam negeri, serta mampu menangkap peluang ekspor dengan sumber daya yang melimpah," tegas Pahala.
Dengan berbagai upaya tersebut, pemerintah optimistis target pencapaian bauran energi nasional dari Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025 dapat tercapai.
(ara/ara)