Sementara teknologi digital membangun masa depan yang cerdas dengan membuat yang tidak terlihat menjadi terlihat, mendorong efisiensi, dan menekan pemborosan energi. Lebih dari 60% energi yang dihasilkan terbuang sia-sia.
Efisiensi sering sekali diabaikan, meskipun merupakan salah satu cara tercepat untuk mengurangi konsumsi. Pemanfaatan listrik berbasis sumber energi baru terbarukan (EBT) yang didukung dengan teknologi digital akan menjadi solusi terbaik dalam penyediaan dan pemerataan akses energi bersih hingga ke daerah terpencil, pengelolaan yang lebih efisien dan sustainable, mengurangi emisi karbon, serta meningkatkan ketahanan energi.
Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka EBT, Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Mustaba Ari Suryoko mengatakan telah menyiapkan roadmap untuk mendorong peningkatan industri serta pembangunan infrastruktur PLTS yang tertuang di dalam RUPTL 2021-2030.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam RUPTL tersebut, pemerintah menargetkan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan mencapai 51,6%. Selain itu, Kementerian ESDM akan mengembangkan secara bertahap PLTS Atap sebesar 3,6 GW hingga 2025. Adapun sektor industri dan bisnis menjadi salah satu segmen konsumen prioritas.
Penambahan PLTS Atap diharapkan dapat menekan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 4,58 juta ton CO2e pada 2025. Adapun adopsi PLTS Atap di sektor industri perlu terus didorong dengan memberikan dukungan ahli melalui kemitraan strategis.
Managing Director Xurya Daya Indonesia Eka Himawan mengatakan salah satu kendala yang dihadapi oleh pelaku industri untuk beralih ke energi bersih yakni biaya investasi awal yang tinggi, padahal penggunaan PLTS Atap bagi pelaku industri memiliki peran penting dalam pengembangan industri hijau.
"Maka dari itu, kami menyediakan alternatif pembiayaan instalasi PLTS Atap tanpa investasi sebagai bentuk komitmen kami dalam meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan bagi pelaku industri," jelasnya.
(kil/ara)