Perusahaan Minyak Untung Gede, AS-Inggris Mau Mereka Bayar Pajak

Perusahaan Minyak Untung Gede, AS-Inggris Mau Mereka Bayar Pajak

Iffa Naila Safira - detikFinance
Senin, 21 Mar 2022 08:35 WIB
Ilustrasi sektor migas
Foto: Ilustrasi Migas (Fauzan Kamil/Infografis detikcom)
Jakarta -

Saat harga minyak mentah melonjak, pastinya memberikan keuntungan besar bagi para perusahaan minyak apalagi tanpa pajak tambahan.

Pada tahun 2021, salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia yaitu ExxonMobil (XOM) berhasil menghasilkan laba sebanyak US$ 23 miliar atau setara Rp 328,9 triliun (kurs 14.300), angka itu merupakan laba terbesar yang dialami selama tujuh tahun terakhir.

Sedangkan dengan kenaikan harga minyak mentah yang tengah terjadi, diperkirakan XOM akan memperoleh laba hampir US$33 miliar (Rp 471,9 triliun) untuk tahun 2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal serupa juga terbukti di perusahaan minyak lainnya, BP PLC (BP) memperoleh laba sebanyak US$ 12,8 miliar (Rp 183 triliun) pada tahun 2021, dan diperkirakan pada tahun 2022 akan memperoleh laba sebanyak US$ 15,6 miliar (Rp 223 triliun).

Sebelumnya, pemerintahan Amerika Serikat (AS) dan Inggris sudah membuat gagasan yaitu dengan memberlakukan pajak bagi transaksi konsumsi minyak mentah. Namun, saat ini keputusan itu terbatas pada partai-partai liberal yang ada di kedua negara.

ADVERTISEMENT

Tetapi, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah menentang gagasan itu. Bersama dengan Menteri Keuangannya, Rishi Sunak akan memikirkan rencana lainnya untuk membantu warga Inggris dalam menghadapi kenaikan harga minyak mentah ini.

Sedangkan para Democratic Supporter di Washington, Amerika Serikat berpendapat bahwa pajak itulah satu-satunya cara yang adil untuk membantu orang yang tidak mampu agar bisa mengemudi atau menghangatkan rumah mereka.

"Kita perlu mengekang pencatutan oleh Big Oil dan memberikan bantuan kepada orang Amerika di pompa bensin - yang dimulai dengan memastikan perusahaan-perusahaan ini membayar harga ketika mereka mencongkel harga," kata Senator Elizabeth Warren, dikutip dari CNN, Senin (21/3/2022).

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Simak Video 'Mendag Soal Migor Mahal: 'Salahkan' Rusia-Janji Penjarakan Mafia':

[Gambas:Video 20detik]



Partai Buruh di Inggris juga menyerukan untuk menaikkan pajak atas keuntungan yang didapat dari perusahaan minyak selama satu tahun, demi membantu sesama dalam hal keuangan.

Rencananya RUU AS yang tengah dibuat, akan memberlakukan pajak tersebut dengan tarif ratusan dollar setiap tahunnya demi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah.

Nampaknya pembuatan RUU untuk ketetapan pajak ini mempunyai tantangan sendiri, karena harga minyak mentah sudah turun lagi. Terbukti dari harga minyak jenis Brent) yang berada di bawah US$ 108 per barel pada Jumat (18/3), kemudian harga bensin eceran setempat pun telah turun sedikit meski penurunannya sangat lambat.

Tantangan dalam pembuatan RUU itu sendiri karena dalam RUU AS biaya pajak ditentukan dari kenaikan harga komoditas minyak yang diasumsikan mencapai rata-rata US$ 120 per barel.

Menurut informasi dari Kepala Strategi Kebijakan AS untuk AGF Investments, Greg Valliere pemerintahan AS belum menyuarakan persetujuan apa pun untuk RUU tentang pemberlakuan pajak terhadap keuntungan perusahaan minyak. Selain itu, Senat AS juga tidak memiliki 'suara' yang cukup untuk meluluskan RUU tersebut.

Keputusan pemberlakuan pajak tersebut tentu saja mendapat penolakan dari Kelompok Pedagang untuk Perusahaan Minyak di AS dan Inggris. Menurut mereka, keputusan itu akan bertentangan dengan keinginan untuk meningkatkan produksi domestik yang menggantikan hilangnya komoditas minyak dari Rusia.

"Para pembuat undang-undang harus fokus pada kebijakan yang meningkatkan pasokan AS untuk membantu mengurangi situasi daripada kemegahan politik yang tidak melakukan apa-apa selain mencegah investasi pada saat yang paling dibutuhkan," kata Wakil Presiden Senior Urusan Kebijakan, Ekonomi dan Peraturan untuk Institut Perminyakan Amerika, Frank Macchiarola.


Hide Ads