Solar Langka, Pengusaha Truk Teriak Hingga Usul Subsidi Dihapus

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 30 Mar 2022 21:00 WIB
Supir truk antre saat membeli bahan bakar solar besubsidi di salah satu SPBU di Lebak, Banten, Selasa (29/3/2022)/Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Jakarta -

Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar belum menunjukkan tanda-tanda akan segera teratasi. Kelangkaan ini justru semakin meluas terjadi di beberapa daerah baik luar maupun Pulau Jawa.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng & DIY, Bambang Widjanarko meminta pemerintah, Pertamina, dan BPH Migas berterus terang kepada masyarakat tentang apa yang sedang terjadi. Bagi pengguna yang terpenting adalah solar selalu tersedia dan tidak perlu mengantre hingga berjam-jam untuk mendapatkannya.

"Jangan semua pihak hanya berusaha mengeluarkan pernyataan berupa pembelaan terhadap institusinya masing-masing saja, namun tidak ada yang berusaha memperbaiki keadaan," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Rabu (30/3/2022).

Agar kuota solar mencukupi kebutuhan masyarakat, Bambang mengatakan seharusnya BBM jenis tersebut hanya dijual kepada angkutan umum darat, sungai, dan laut, para petani, serta nelayan saja.

"(Harusnya) tidak diperuntukkan bagi semua jenis kendaraan pribadi," tuturnya.

Agar distribusi solar bersubsidi bisa dilaksanakan dengan benar, pemerintah dinilai perlu membentuk satuan tugas pengawasan yang tidak hanya terdiri dari pemerintah dan Pertamina saja, melainkan juga dari berbagai elemen yang ada di masyarakat.

"Seperti misalnya melibatkan para pemilik SPBU, Asosiasi Angkutan Orang, Asosiasi Angkutan Barang, Asosiasi Petani, Asosiasi Nelayan dan Masyarakat Transportasi Indonesia," beber Bambang.

Perlu juga diberikan sanksi yang tegas dan jelas bagi SPBU jika ada yang terbukti menyalurkan solar kepada yang tidak berhak. Atau pemerintah harus berani mencabut subsidi solar jika memang tidak mau APBN tekor gara-gara kenaikan harga minyak dunia.

"Alternatif selanjutnya, jika memang pemerintah tidak mau mencabut subsidi namun tidak mau tekor lebih banyak lagi akibat kenaikan harga minyak dunia, maka pemerintah bisa saja menetapkan misalnya hanya sanggup mensubsidi Rp 2.000,- per liter saja, berarti menaikkan harga biosolar tanpa harus melepas subsidi sepenuhnya," sarannya.

Hal itu dinilai lebih baik daripada pemerintah mengambil opsi mengurangi pasokan solar sehingga mempersulit masyarakat yang membutuhkan.

"Kita bisa belajar dari kasus minyak goreng yang membuat rakyat merasa bingung, ketika pemerintah mencabut patokan harga eceran terendah, tiba-tiba kelangkaan berakhir dan minyak goreng segera membanjiri pasaran," imbuhnya.




(aid/ara)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork