Namun, Purbaya mengaku dalam mediasi yang dilakukan perusahaan tidak melakukannya sepenuh hati dan terus-menerus berkelit untuk membayar ganti rugi kepada para petani rumput dan nelayan NTT.
"Kita mediasi itu, rupanya kalau orang berdosa males juga negosiasinya, muter-muter aja dia. Dia tahu, dia harus bayar-banyak. Padahal kalau bisa ngirit ya ngirit. Dia pikir dia mau main-main dengan kita, dia pakai berbagai jalur lah," beber Purbaya.
"Namun dia salah, yang mau dimainkan Menko Maritim nggak bisa lah," tegasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PTTEP sendiri merupakan perusahaan yang dinyatakan bersalah dalam kasus tumpahan minyak Montara. Tumpahan ini minyak telah membuat 13 kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami kerusakan lingkungan. Akibatnya, banyak nelayan dan petani rumput laut kehilangan pekerjaannya.
Sejak Maret 2021, gugatan class action dari 15 ribu lebih korban tumpahan minyak di NTT dimenangkan di Pengadilan Federal Australia. Gugatan itu menyatakan PTTEP sebagai pihak yang bertanggung jawab dan bersalah dalam kasus tumpahan minyak Montara.
Kasus ini berawal dari tumpahan minyak yang terjadi pada pada 21 Agustus 2009 saat anjungan minyak di lapangan Montara milik PTTEP meledak di lepas landas kontinen Australia.
Tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor selama 74 hari. Tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia.
(hal/ara)