Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memberi sinyal bakal ada kenaikan atau penerapan tarif adjustment listrik. Hal ini direncanakan berlaku dalam waktu dekat atau 2022 ini.
Arifin mengatakan dengan menerapkan tarif adjustment listrik maka pemerintah bisa menghemat kompensasi listrik sebesar Rp 7 triliun sampai Rp 16 triliun.
"Di sektor ketenagalistrikan dalam jangka pendek rencana penerapan tarif adjustment tahun 2022 ini untuk bisa dilakukan penghematan kompensasi sebesar Rp 7 sampai Rp 16 triliun," kata Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (13/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tarif adjustment adalah mekanisme mengubah dan menetapkan turun atau naiknya besaran tarif listrik mengikuti perubahan besarnya faktor ekonomi mikro. Hal ini dilakukan agar tarif yang dikenakan kepada konsumen mendekati Biaya Pokok Penyediaan Listrik (BKPL).
Selain rencana penerapan tarif adjustment, dalam jangka pendek ini Kementerian ESDM juga akan menerapkan efisiensi biaya pokok penyediaan listrik dan strategi energi primer PLN. Selain itu, optimalisasi pembangkit dengan bahan bakar sumber domestik PLTU dan PLT EBT.
Lalu, percepatan pembangunan PLTS Atap 450 MW di 2022. Serta, pembangunan pembangkit EBT dari APBN.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyatakan bahwa tarif listrik di Indonesia merupakan yang termurah di Asia Tenggara atau ASEAN. "Kami pastikan tarif listrik di Indonesia masih tergolong murah dibandingkan negara-negara lain di regional ASEAN," ujar Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi dan Kerjasama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, Rabu (6/4/2022).
Besaran tarif rata-rata saat ini untuk pelanggan rumah tangga non subsidi (tarif adjustment) sebesar Rp 1.445 per kWh. Nilai itu jauh lebih murah dibanding tarif listrik rumah tangga di Thailand yang mencapai Rp 1.597 per kWh, Vietnam Rp 1.532 per kWh, Singapura Rp 2.863 per kWh, dan Filipina Rp 2.421 per kWh.
Sementara untuk golongan Bisnis Menengah-TR, tarif listrik di Indonesia ditetapkan sebesar Rp 1.445 per kWh, masih lebih murah dibandingkan di Filipina (Rp 1.636/kWh), Malaysia (Rp 1.735/kWh), Vietnam (Rp 1.943/kWh), dan Singapura (Rp 2.110/kWh). Tarif Indonesia untuk golongan ini hanya sedikit di atas Thailand (Rp 1.413/kWh).
Bahkan pada golongan Bisnis Besar-TM, tarif listrik di Indonesia merupakan yang termurah se-ASEAN, yakni Rp 1.115/kWh, bila dibandingkan konsumen kelas yang sama di Singapura mencapai Rp 2.063/kWh, Vietnam Rp 1.787/kWh, Filipina Rp 1.603/kWh, Thailand Rp 1.370/kWh, dan Malaysia Rp 1.227/kWh.
"(Tarif) ini sebagai langkah stimulus pemerintah guna menggaet investor untuk memperbaiki iklim bisnis di Indonesia di tengah pandemi," jelas Agung.
Di samping itu, terdapat tarif untuk jenis pengguna Industri Menengah-TM, tarif listrik di Indonesia sebesar Rp 1.115/kWh, lebih murah daripada tarif di Singapura yang mencapai Rp 1.922/kWh, Filipina Rp 1.567/kWh dan Vietnam Rp 1.117/kWh. Tarif ini berada sedikit di atas Malaysia yang tarifnya Rp1.060/kWh dan Thailand Rp 991/kWh.
Jenis pengguna industri besar di Indonesia sebesar Rp 997/kWh, hanya sedikit lebih tinggi dibanding Thailand Rp 990/kWh dan Malaysia Rp 991/kWh . Untuk kelas ini Singapura mematok tarif Rp 1.863/kWh, Filipina Rp 1.559/kWh, dan Vietnam Rp 1.060/kWh.
(aid/das)