Tesla, pabrikan mobil listrik besutan miliarder Elon Musk rencananya bakal masuk berinvestasi di Indonesia. Perusahaan asal Amerika Serikat ini mau melakukan investasi dan membangun ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Pemerintah pun terus memepet Tesla untuk segera melakukan kesepakatan investasi. Mulai dari pertemuan rombongan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan Elon Musk, pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Elon Musk, hingga kunjungan tim Tesla ke Indonesia.
Tapi tunggu dulu, sejauh ini belum ada kesepakatan apapun yang dihasilkan oleh Tesla. Malah, menurut Dewan Penasihat Asosiasi Profesi Metalurgi Arif S Tiammar ada satu hal yang bisa jadi batu sandungan investasi Tesla ke Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu adalah penerapan nilai-nilai ESG alias enviromental, social, and governance. Nilai ESG adalah nilai-nilai praktik perusahaan yang mengacu pada tiga hal, mulai dari lingkungan, dampak sosial, hingga tata laksana regulasi yang baik.
Nah, Arif menilai nilai-nilai ESG di Indonesia belum sepenuhnya diterapkan oleh semua pemangku kepentingan. Bila bicara standarnya pun sangat jauh dengan standar perusahaan Amerika yang melantai di bursa macam Tesla.
"Mohon maaf kalau standar perusahaan Wall Street di atas 500, industri kita masih jauh di bawah itu. Perlu peningkatan. Harus ada kolaborasi berbagai pihak, pemainnnya itu sendiri, regulatornya, dan investornya," kata Arif dalam Podcast Tolak Miskin detikcom.
Sebagai contoh saja, di Indonesia, dari sisi enviromental atau praktik ramah lingkungan sudah ada banyak aturannya. Namun, praktik di lapangan tidak seperti itu. Pelanggaran soal praktik ramah lingkungan masih banyak dilakukan, penegakan hukum juga rendah.
"Realitasnya ya, dalam UU Minerba dijelaskan ada bagaimana praktik pertambangan terbaik itu adalah lakukan pengukuran secara detil. Supaya penambangan efisien, setelah selesai dia harus reboisasi dihijaukan kembali. Itu regulasi ada, tapi di lapangan banyak sekali penambang tak lakukan itu," papar Arif.
"Meskipun, nggak semua begitu juga, banyak yang comply juga dan dapat predikat green," lanjutnya.
Dari sisi governance atau hubungan dengan pemerintah pun masih banyak masalah yang terjadi. Seringkali, masalah perizinan atau regulasi praktiknya tak sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Mohon maaf kalau dari perusahaan governance sedemikian rupa, namun realita di lapangan banyak yang tidak seindah yang dibayangkan lah. Di atas kertas gambarannya begitu, meski saya nggak bisa bilang secara vulgar masalahnya," ujar Arif.