Shell Naikkan Harga BBM, Pertamina Masih Kuat Tahan?

Shell Naikkan Harga BBM, Pertamina Masih Kuat Tahan?

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 02 Jun 2022 14:48 WIB
Gedung Pertamina Pusat
Shell Naikkan Harga BBM, Pertamina Masih Kuat Tahan?/Foto: dok. Pertamina
Jakarta -

Shell menaikkan harga BBM per 1 Juni 2022. Harga BBM Shell Super atau RON 92 naik dari Rp 16.630 per liter menjadi Rp 17.500 per liter, atau naik Rp 870.

Sementara, PT Pertamina (Persero) masih mempertahankan harga jualnya. Pertamina belum menyesuaikan harga BBM sejak 1 April kala menaikkan harga Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter.

Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan menjelaskan dengan aturan yang ada seharusnya Pertamina bisa menyesuaikan harga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau untuk Pertamax seharusnya tidak ada keraguan bagi Pertamina untuk melakukan penyesuaian harga, harusnya. Tapi sepertinya kan agak serba salah, kemarin waktu melakukan penyesuaian harga Pertamax saja ramai," katanya kepada detikcom, Kamis (2/6/2022).

Dia mengatakan, penyesuaian yang dilakukan Pertamina sebelumnya masih di bawah harga pasar. Dengan kondisi saat ini, maka kondisi Pertamina akan makin berat.

ADVERTISEMENT

"Padahal penyesuaian pun masih di bawah keekonomian kemarin, apalagi kondisi saat ini makin jauh, saya kira di harga crude di atas US$ 100 makin berat bagi mereka sebenarnya. Saya khawatir justru ini akan mengganggu keuangan terutama Patra Niaga sebagai Subholding Commercial and Trading," paparnya.

Pertamina diperkirakan rugi jual BBM. Cek halaman berikutnya.

Simak Video: Harga Pertalite Tak Naik, Jokowi: Nahan Harga Seperti Itu Berat!

[Gambas:Video 20detik]



Dia meyakini, Pertamina pasti menanggung rugi dengan menjual BBM di harga pasar. Menurutnya, hal tersebut mesti menjadi perhatian pemerintah.

"Rugi sudah pasti rugi, ini kan menjadi perhatian, mau tidak mau pemerintah harus membantu Pertamina dengan pembayaran subsidi, pembayaran kompensasi yang memang masih cukup besar ini sehingga Pertamina masih bisa terus bisa menahan lah untuk tidak menaikkan harga," jelasnya.

"Jebol pasti jebol saya yakin, karena sudah jauh dari keekonomian. Kan sebenarnya patokannya ya keekonomian dari SPBU swasta itu sudah kita tahu berapa harga keekonomian daripada RON 92," ujarnya.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menjelaskan, harga Pertamax mestinya diserahkan ke mekanisme pasar. Namun, hal itu tidak terjadi sepenuhnya karena harga Pertamax berada di harga Rp 12.500 per liter yang masih di bawah harga keekonomian.

"Dalam konteks persaingan dengan SPBU asing, Pertamina makin unggul karena harga lebih murah. Konsumen Shell akan pindah ke SPBU Pertamina karena harga lebih murah," jelasnya.

Namun, dia menilai selisih harga tersebut ditanggung pemerintah dengan memberikan kompensasi. Semakin besar kompensasi maka akan semakin menekan APBN.

"Untuk mengurangi beban APBN, penentuan harga diserahkan saja kepada mekanisme pasar. Kalau memang harga minyak dunia kembali naik, maka harga Pertamax juga harus dinaikkan,"katanya.


Hide Ads