Harga minyak mentah dunia di pasar internasional terus mengalami kenaikan. Imbasnya mulai terlihat dari produk-produk BBM di SPBU dalam negeri juga terus mengalami kenaikan.
Dalam periode ini, terpantau beberapa SPBU internasional telah beberapa kali menerapkan kenaikan harga BBM, seperti halnya Shell yang menaikkan harga BBM Shell Super. BBM RON 92 itu semula dibandrol dengan harga Rp 16.630 per liter naik Rp 870 menjadi Rp 17.500 per liter pada 1 Juni 2022 kemarin.
Bahkan, diketahui bahwa kenaikan harga BBM Shell sudah terjadi beberapa kali di bulan April dan Mei tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Pertamina baru satu kali melakukan kenaikan harga BBM Pertamax pada 1 April 2022 lalu menjadi Rp 12.500 per liter. Terlihat ada selisih yang cukup jauh antara harga RON 92 milik Shell dengan Pertamina.
Padahal saat ini Pertamina sedang berada pada kondisi defisit akibat tidak menyesuaikan harga jual BBM dengan harga belinya di pasaran global.
Lantas, kapan Pertamina akan kembali menaikkan harga BBM?
Menanggapi kondisi ini, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga SH C&T Pertamina, Irto Ginting mengatakan bahwa untuk kedepannya Pertamina masih akan me-review dan memonitor perkembangan harga minyak dunia.
"Untuk BBM non-subsidi masih kami review sambil memonitor perkembangan harga minyak dunia," ujar Irto kepada detikcom, Jumat (03/06/2022).
Dirinya juga menambahkan bila menyangkut harga BBM subsidi, penetapan harga tersebut merupakan kewenangan yang diatur sepenuhnya oleh pemerintah.
Dengan kata lain, belum ada waktu pasti kapan kebijakan baru dari Pertamina mengenai harga BBM akan dikeluarkan atau tindakan lebih lanjut dalam menghadapi kondisi saat ini. Pertamina masih akan bertahan di tengah gejolak fluktuasi harga minyak mentah di pasar internasional.
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyampaikan bahwa arus kas PT Pertamina (Persero) hingga Maret 2022 sudah mencapai negatif US$ 2,44 miliar, dan diperkirakan dapat mencapai defisit US$ 12,98 miliar atau Rp 188,2 triliun (kurs Rp 14.500) di akhir tahun 2022 ini. Defisit tersebut terjadi karena Pertamina tidak menaikkan harga BBM saat harga minyak mentah dunia naik. Pertamina belum menaikkan harga BBM sejak 1 April saat menaikkan harga Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter.
Sampai saat ini Pertamina masih menanggung selisih lebar antara harga jual eceran (HJE) dan harga keekonomian BBM. Pasalnya, BUMN energi itu belum mendapat tambahan suntikan anggaran subsidi dan dana kompensasi dari pemerintah.
(das/das)