Tarif Listrik Naik 1 Juli, Kebijakan Tepat yang Makan 'Korban'

Tarif Listrik Naik 1 Juli, Kebijakan Tepat yang Makan 'Korban'

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 13 Jun 2022 13:23 WIB
Funky Lighting In Modern Office
Foto: Getty Images/iStockphoto/Thurtell
Jakarta -

Pemerintah menyesuaikan tarif listrik mulai 1 Juli. Besaran tarif listrik untuk golongan rumah tangga kelas menengah atas dan pemerintah akan dinaikkan.

Adapun pelanggan yang mengalami kenaikan tarif yakni golongan R2 (3.500-5.500 VA), R3 (6.600 VA ke atas), P1 (6.600VA sampai 200kVA), P2 (200 kVA ke atas), dan P3.

Ekonom menyatakan kebijakan ini sudah tepat untuk dilakukan. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai tarif listrik naik hanya untuk pengguna listrik golongan atas yang daya belinya masih tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengguna listrik menengah ke bawah pun tetap disubsidi. Maka dari itu, dia menilai kebijakan ini tak akan berdampak besar di tengah masyarakat.

"Saya rasa cukup tepat, karena yang naik tarifnya untuk pelanggan golongan atas sementara pelanggan yang disubsidi tetap. Dampaknya tidak akan besar," ungkap Faisal kepada detikcom, Senin (13/6/2022).

ADVERTISEMENT

Faisal juga mengatakan sejauh ini kenaikan tarif listrik juga cukup beralasan. Biaya produksi listrik meningkat tajam.

"Kenaikannya juga cukup beralasan karena komponen biaya produksi meningkat, baik harga minyak, harga batubara dan inflasi secara umum," papar Faisal.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun yakin dampak tarif listrik naik pada level inflasi di tengah masyarakat tak akan besar. Pasalnya, golongan 1.300 VA ke bawah yang merupakan pengguna listrik menengah dan menengah ke bawah kasih mendapatkan subsidi.

"Dampak ke inflasi relatif kecil karena pemerintah masih menahan tarif golongan 1.300 VA ke bawah," ujar Bhima ketika dihubungi detikcom.

Bhima juga menyatakan kebijakan kenaikan tarif listrik untuk golongan pemerintah memang perlu didukung. Khususnya untuk keputusan kenaikan harga listrik golongan pemerintahan.

Pemerintah pusat maupun daerah dapat mendistribusikan anggarannya lebih cepat karena ada kenaikan biaya listrik. Bhima juga menilai kas pemerintah siap menanggung beban kenaikan listrik. PLN pun diuntungkan karena mendapat tambahan pemasukan.

"Sangat mendukung apabila gedung pemerintah dinaikkan tarif listriknya, sejauh ini banyak pemda yang masih menahan uang di perbankan jadi cashflow pemda sebenarnya siap menanggung tarif adjustment listrik," ungkap Bhima.

Kebijakan ini pun berpengaruh ke bisnis industri rumahan yang dianggap menjadi korban. Baca di halaman berikutnya.

Meski begitu, penyesuaian tarif harus dilakukan perlahan-lahan. Bhima khawatir penyesuaian tarif yang terlalu tinggi bisa mempengaruhi perencanaan pelaku usaha.

"Tapi tarif adjustment untuk golongan 3.500 VA, 6.600 VA idealnya bertahap. Jangan langsung naik terlalu tinggi karena dapat mempengaruhi perencanaan pelaku usaha yang terkait," ungkap Bhima.

Bhima membenarkan bila masih banyak pelaku usaha yang menggunakan listrik golongan rumah tangga. Dia mencontohkan usaha kontrakan atau kos-kosan.

Bila ada kenaikan harga listrik maka harga hunian bisa terkerek naik. Padahal, pengguna kontrakan juga banyak dari kalangan pekerja, bahkan yang gajinya di sekitar level upah minimum daerah.

"Memang banyak pelaku usaha juga, jadi tidak semua untuk rumah tinggal. Kalau pun rumah tinggal kadang dijadikan kosan atau kontrakan yang disewakan kepada pekerja. Jadi harus hati-hati dan bersiap menerima aduan, karena pekerja yang upahnya hanya UMP ikut menanggung beban listrik apabila rumah kontrakan sementara naik tarif listriknya," papar Bhima.

Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia Edy Misero juga membenarkan masih banyak pelaku UMKM yang menggunakan listrik golongan rumah tangga. Maka dari itu, bila tarif listrik naik maka pengusaha kecil dan menengah akan terdampak juga.

"Memang masih banyak. Dari 100% pelaku UMKM, yang middle to low dan gunakan 3.500 itu juga banyak banget. Ini akan berdampak ke kenaikan hasil produksi," ungkap Edy ketika dihubungi detikcom.

Edy menjelaskan listrik adalah salah satu komponen biaya yang mempengaruhi hasil akhir produksi. Baik itu jasa atau kah produk. Ujungnya, kalau biaya produksi meningkat harga barang juga akan meningkat.

Nah yang ditakutkan Edy dan kawan-kawannya adalah bila harga barang meningkat pelaku UMKM berpotensi kehilangan pelanggan. Bila harga barang meningkat belum tentu daya beli masyarakat bisa mengimbanginya saat ini.

"Permasalahan inti adalah kalau kita sesuaikan harga, pasar mau terima nggak? Kalau saya naikkan harga itu produk saya masih terserap pasar nggak? Pasar mau ambil nggak, kalau pasar jadi berkurang itu yang jadi masalah," kata Edy.



Simak Video "Video: Pemerintah Batal Beri Diskon Tarif Listrik 50 Persen, Kenapa?"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads