Harga BBM di AS Makin Mahal, Joe Biden Bisa Apa?

Harga BBM di AS Makin Mahal, Joe Biden Bisa Apa?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 17 Jun 2022 09:51 WIB
A customer pumps gas at a Shell gas station, Tuesday, May 10, 2022, in Miami. (AP Photo/Marta Lavandier)
Harga BBM di AS Makin Mahal, Joe Biden Bisa Apa?/Foto: AP Photo/Marta Lavandier
Jakarta -

Harga bahan bakar minyak (BBM) di Amerika Serikat (AS) naik gila-gilaan. Presiden AS Joe Biden bahkan tak bisa berbuat banyak untuk mengatasi masalah ini.

Dikutip dari CNN, Jumat (17/6/2022), disebutkan mahalnya harga BBM di AS disebabkan ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Salah satunya adalah dampak invasi Rusia ke Ukraina.

Jalan untuk menambah pasokan minyak disebut akan sulit dilakukan karena membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk memaksimalkan kapasitas kilang seperti sebelum pandemi COVID-19.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi sekarang banyak perusahaan minyak yang tak mau menggenjot produksi. Mereka malah menggunakan keuntungan untuk membeli kembali saham mereka untuk memperkaya perusahaan.

Kepala Analisis Energi Global untuk OPIS Tom Kloza mengungkapkan jika tak ada kenaikan harga BBM maka konsumsi AS disebut bisa lebih besar. Ada 6,5 juta lebih orang yang bekerja sampai bepergian dan hal ini membuat permintaan bensin semakin meningkat.

ADVERTISEMENT

Musim liburan juga menjadi salah satu penyebab banyaknya masyarakat yang membutuhkan bensin untuk kendaraan mereka.

President Rapidan Energy Group Robert McNally mengungkapkan jika harga yang melonjak ini diramal masih terjadi hingga kuartal ketiga dan keempat tahun ini.

Harga BBM di AS bukan pertama kali cetak rekor. Cek halaman berikutnya.

Ini bukan kali pertama, harga bensin sempat melambung tinggi. Pada Juli harga BBM di AS sempat menyentuh US$ 4,11 per galon.

Namun ambruknya pasar keuangan dan naiknya angka pengangguran, pecahnya gelembung sektor properti membuat harga bensin lebih cepat turun.

Pada akhir 2008, harga bensin turun 60% menjadi US$ 1,62 per galon. Namun penurunan harga itu tidak membuat orang bahagia, karena mereka juga kehilangan pekerjaan.

AS merupakan salah satu gambaran negara yang sedang mengalami masalah pada harga bahan bakar. Di belahan dunia lain, terutama negara berkembang harga naik lebih cepat karena minyak berjangka saat ini wajib menggunakan dolar AS.

Ketika dolar AS menguat, maka harga juga akan terkerek. Analis Minyak di Raymond James Pavel Molchanov mengungkapkan ada risiko harga minyak ke level US$ 120 per barel. "Negara berkembang saat ini mata uangnya sedang dalam tekanan berat," jelas dia.

Menurut dia, jika harga minyak dan bensin saat ini membuat resesi ekonomi di seluruh dunia termasuk AS. Maka harga gas bisa mengalami penurunan.


Hide Ads