Dua Kriteria Kendaraan yang 'Haram' Nenggak Pertalite

Dua Kriteria Kendaraan yang 'Haram' Nenggak Pertalite

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 29 Jun 2022 13:14 WIB
Sejumlah kendaraan antre mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Tol Sidoarjo 54.612.48, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (11/4/2022). Pemerintah menetapkan Pertalite sebagai jenis BBM khusus penugasan yang dijual dengan harga Rp7.650 per liter dan Biosolar Rp5.510 per liter, sementara jenis Pertamax harganya disesuaikan untuk menjaga daya beli masyarakat yakni menjadi Rp 12.500 per liter dimana Pertamina masih menanggung selisih Rp3.500 dari harga keekonomiannya sebesar Rp16.000 per liter di tengah kenaikan harga minyak dunia. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/rwa.
Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Jakarta -

Pemerintah akan mengatur pembelian Pertalite agar lebih tepat sasaran. Artinya, nantinya tidak semua orang bisa membeli bahan bakar penugasan tersebut.

PT Pertamina (Persero) sendiri akan melakukan uji coba pembelian Pertalite bagi pengguna kendaraan yang terdaftar dalam sistem MyPertamina di beberapa wilayah. Pendaftaran melalui website https://subsiditepat.mypertamina.id/ akan dibuka pada 1 Juli.

Lantas, kendaraan apa saja yang tak boleh menggunakan Pertalite?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan aturan pembelian Pertalite saat ini masih digodok. Belum ditentukan jenis kendaraan apa yang akan dilarang membeli Pertalite. Namun dia memastikan jenis kendaraan yang tergolong mewah.

Nah untuk tolak ukur kendaraan mewah akan ditetapkan berdasarkan besaran CC mesin mobil. "Salah satu faktor yang dikaji adalah dari CC," tuturnya saat dihubungi detikcom, 12 Juni 2022 lalu.

ADVERTISEMENT

Selain kendaraan berpelat hitam atau masyarakat umum, Saleh juga menyinggung soal kendaraan dinas milik PNS, TNI maupun Polri. Meski belum dipastikan, dia menilai memang seharusnya mobil dinas menggunakan BBM non subsidi.

"Mestinya untuk kendaraan dinas pake JBU/non subsidi," terangnya.

Salah satu yang menjadi alasan pemerintah mengatur pembelian Pertalite karena konsumsinya yang diperkirakan akan membengkak. Jika itu terjadi maka kompensasi yang dibayar pemerintah akan semakin besar.

"Kalau ini tidak direm tentu sangat besar (kompensasi). Belum tentu juga ini digunakan untuk hal-hal yang produktif. Untuk kendaraan niaga, pelat kuning, apakah diberikan izin untuk menggunakan Pertalite itu opsinya," ucapnya.

Lebih lanjut, BPH Migas telah mengusulkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Revisi Perpres tersebut akan mengatur pembelian Pertalite dan solar. Aturan ini ditargetkan berlaku Agustus, tapi hal tersebut tergantung keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Lanjut ke halaman berikutnya.

Kepala BPH Migas Erika Retnowati menjelaskan, isi dari revisi Perpres itu ialah mengatur ulang konsumen yang berhak membeli solar. Serta, mengatur konsumen yang berhak membeli Pertalite.

"Jadi revisi Perpres yang baru itu kan akan mengatur selain dari mengidentifikasi ulang konsumen pengguna dari solar, kita akan melakukan perubahan terhadap siapa yang sesungguhnya yang lebih berhak untuk solar, dan kita mengatur konsumen pengguna dari Pertalite," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII, Kamis (23/6).

Progres saat ini, kata dia, revisi Perpres itu telah disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif ke Presiden Jokowi. Saat ini, pihaknya juga tengah mengkaji dampak dari pengaturan pembelian Pertalite dan solar tersebut.

"Kami masih diminta untuk menyajikan dampak-dampaknya seandainya itu nanti diterapkan, dampak sosialnya terutama. Itu mungkin setelah kita sampaikan itu dalam waktu dekat akan dilakukan pembahasan," katanya.


Hide Ads