Ekonom senior dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam sepakat bahwa menahan harga BBM pasti akan menambah beban APBN. Namun jika tidak ditahan juga akan mendorong inflasi yang juga berbahaya ke perekonomian.
"Pilihannya adalah menahan harga BBM subsidi dengan meminimalkan beban APBN. Caranya dengan mengatur distribusi BBM subsidi agar lebih tepat sasaran. Itu sebabnya pemerintah mencoba menggunakan aplikasi," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di lain pihak, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira punya pendapat berbeda. Subsidi yang diberikan pemerintah justru tak akan banyak berpengaruh pada utang. Masih banyak hal yang menurut Bhima lebih berkontribusi pada pembengkakan utang daripada subsidi energi. Misalnya, belanja modal dan barang yang dilakukan untuk instansi pemerintah.
Sebaliknya, Bhima bilang justru subsidi, khususnya pada sektor energi saat ini harus terus ditambah jumlahnya. Hal ini dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dirinya terkadang suka terbawa perasaan jika membicarakan utang. Hal ini disampaikan dalam agenda UI International Conference on G20. Meskipun dalam kesempatan itu, Sri Mulyani mengklaim kondisi utang relatif aman dibandingkan negara lain.
"Rasio utang kita terhadap PDB sebenarnya sekarang turun menjadi 13,8% dari PDB. Jika dibandingkan dengan banyak negara di dunia, ini masih dalam taraf yang relatif aman," terang Sri Mulyani dalam acara UI International Conference on G20 Juni lalu.
(dna/dna)