Empat mantan bos operator pembangkit listrik tenaga nuklir Jepang dituntut untuk membayar ganti rugi U$ 97 miliar atau setara Rp 1.455 triliun (kurs Rp 15.000/US$). Tuntutan ini disampaikan oleh pengadilan Jepang.
Demikian kata perusahaan dalam keterangan resmi, dikutip dari BBC, Kamis (14/7/2022).
Denda itu ada karena proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima dianggap gagal dalam mencegah tsunami pada 2011. Keempat orang itu merupakan pimpinan dari Tokyo Electric Power Company (Tepco).
Pengadilan Jepang menilai bahwa para eksekutif dapat mencegah kecelakaan jika mereka berhati-hati. Sementara tuntutan akan kelalaian keempat bos Tepco datang dari pemegang saham perusahaan.
Pengacara para penuntut ingin keempat mantan bos itu bisa membayar kerugian yang mereka alami akibat bencana pada 2011. Mereka juga menilai bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan permanen pada lingkungan.
"Satu kecelakaan dengan pembangkit listrik tenaga nuklir menyebabkan kerusakan permanen pada kehidupan manusia dan lingkungan," kata Yui Kimura, salah satu penggugat.
"Para eksekutif perusahaan yang mengoperasikan pabrik semacam itu juga memiliki tanggung jawab besar yang tidak dapat dibandingkan dengan perusahaan lain," lanjutnya
Bencana nuklir Fukushima terjadi pada 11 Maret 2011 ketika gempa bumi besar di timur laut Jepang memicu tsunami yang menyebabkan kehancuran nuklir.
Itu adalah insiden tenaga nuklir terburuk sejak bencana Chernobyl 1986 di Ukraina. Tidak ada yang tewas dalam bencana itu, tetapi efek jangka panjang dari radiasi tetap menjadi bahan perdebatan.
Pemegang saham Tepco berpendapat bencana 2011 dapat dicegah jika bos mendengarkan penelitian dan melakukan tindakan pencegahan seperti menempatkan sumber listrik darurat di tempat yang lebih tinggi.
Simak Video "Video Kepala BMKG: Peringatan Dini Tak Boleh Padam karena Bergantinya Pemimpin"
(zlf/zlf)