Pengusaha Setuju Soal Pembentukan BLU Batu Bara, tapi Ada Syaratnya

Pengusaha Setuju Soal Pembentukan BLU Batu Bara, tapi Ada Syaratnya

Aulia Damayanti - detikFinance
Kamis, 04 Agu 2022 17:46 WIB
Pekerja menunjukkan batu bara di Pelabuhan PT Karya Citra Nusantara (KCN), Marunda, Jakarta, Rabu (12/1/2022). Pemerintah telah mencabut kebijakan larangan ekspor batu bara secara bertahap dengan pertimbangan terkait mekanisme ekspor dan pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) hingga ekspor untuk perusahaan batu bara yang tidak memiliki kontrak dengan PLN atau yang spesifikasi batu baranya tidak dibutuhkan PLN. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Jakarta -

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia mengatakan setuju akan pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) batu bara. Namun, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia memberikan sejumlah catatan penting untuk pemerintah dalam pembentukan BLU.

"Kami setuju adanya BLU. Namun, perlu dikaji memang kalau PLN tentu listrik berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, namun terhadap industri barang ekspor perlu dipertimbangkan semen, dalam catatan semen lebih banyak diekspor. Rasanya subsidi diberikan ke barang ekspor ini bisa menjadi sesuatu yang harusnya dikaji," katanya dalam diskusi publik BLU Batu Bara di Hotel The Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2022).

Artinya, menurut dia seharusnya BLU diberlakukan hanya untuk penjualan batu bara yang berkaitan dengan kepentingan umum yakni kelistrikan. "Ide awal adanya BLU untuk solusi kelistrikan. Namun berjalannya waktu kemudian masuk industri semen dan lain-lain," terangnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, dia juga memberikan catatan mengenai penetapan rasio terhadap tarif BLU. Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan berbagai faktor mulai dari jumlah volume ekspor dengan volume penjualan domestik, serta selisih harga batu bara patokan (HBP) dengan harga batu bara acuan (HBA) yang dijual ke domestik.

"Jadi, mekanisme pemungutan BLU harus memberikan keadilan bagi pemasok dan sebisa mungkin tidak mengganggu kas perusahaan," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Catatan berikutnya, perbedaan harga batu bara atau disparitas harga batu bara yang saat ini juga menjadi isu yang meningkat saat ini. Apa lagi Hendra bilang saat ini penjualan batu bara dalam negeri terkena PPN 11%.

"Pemerintah perlu mempertimbangkan rasio, pungutan ekspor di lihat dari total ekspor atau berdasarkan ekspor plus domestik atau penjualan domestik. Saya sampaikan solusi tahapan awal menjadi suatu hal yang penting," ungkapnya.

"Jadi, banyak hal-hal teknis yang menurut kami diuji coba dulu, disimulasikan volumenya mana yang lebih tepat. Kami memahami kesulitan pemerintah untuk opsi ini, mungkin tidak semuanya bisa comfortable, semua perusahaan akan berbeda (pandangan). tentu harus menyertakan keadilan, transparansi, dan penting ketepatan waktu bagi perusahaan," tutupnya.




(das/das)

Hide Ads