PT PLN (Persero) terus berupaya memitigasi perubahan iklim yang terus merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan hidup. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memaksimalkan operasional pembangkit listrik yang sudah ada dan secara paralel mengganti pembangkit listrik yang dinilai lebih ramah lingkungan dan mengurangi emisi karbon.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Evy Haryadi mengatakan PLN telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon. Hal ini dilakukan bukan hanya karena perintah dari pemerintah, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab PLN sebagai bagian warga dunia yang bersama-sama memitigasi dampak perubahan iklim.
"Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon untuk mencapai 17 tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), serta komitmen untuk implementasi Net Zero Emission pada tahun 2060," ujar Evy dalam keterangan tertulis, Selasa (30/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut ia mengatakan, untuk memitigasi perubahan iklim dan mencapai netralitas karbon, PLN membutuhkan listrik yang terpasang dengan kapasitas sebesar 413 Gigawatt (GW). Adapun 75% sumber listrik tersebut bersumber dari pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Sumber energi listrik tersebut juga didukung dengan 19 GW interkoneksi dari Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara ke Jawa.
"Porsi besar dalam bauran tersebut akan berasal dari energi terbarukan dengan 308 GW kapasitas terpasang," katanya.
Selanjutnya, ia memaparkan strategi lainnya dari PLN berupa, akan diterapkannya teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) atau penangkapan karbon untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), menerapkan mekanisme transisi energi dengan mempensiunkan dini PLTU, dan penerapan teknologi baru seperti biomassa dan hidrogen.
Evy mengungkapkan segala upaya yang dilakukan PLN ini diharapkan dapat memenuhi capaian target carbon neutral pada tahun 2060 nanti. Namun, untuk menjalankan strategi ini, PLN membutuhkan investasi mencapai US$ 614 miliar. Nantinya, senilai US$ 596 miliar disebut digunakan sebagai investasi kapasitas listrik, dan sisanya US$ 18 miliar adalah untuk investasi interkoneksi.
Ia menambahkan upaya ini memang perlu adanya dukungan dari berbagai hal mengenai pembiayaannya. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini diperlukan perhatian pada dua hal pembiayaan lain yang tidak kalah penting.
Pertama, tentang pembiayaan transisi energi melalui akses ke pembiayaan hijau berbiaya lebih rendah, dan hibah pembangunan serta dukungan kerja sama antar pemerintah atau negara. Kedua, ada pada harga listrik. PLN butuh kompensasi untuk menjaga harga listrik tetap terjangkau oleh masyarakat.
"Kita membutuhkan mekanisme subsidi kompensasi untuk meringankan kenaikan biaya kepada pelanggan," tuturnya.
Strategi ketiga adalah teknologi untuk mencapai skala ekonomi dan teknologi terbaru melalui investasi mega proyek dan berbagai teknologi oleh para pemain global di Battery Energy Storage System (BESS), Carbon Capture Storage, dan Hidrogen.
"Keempat adalah kebijakan pendukung, seperti penghapusan tarif impor dan pengenaan subsidi untuk mengurangi biaya kendaraan listrik," ujarnya.
Sementara itu, Manager of Environmental Protection Comision Federal Electricity Commission (CFE) Federico Lopez De Alba mengungkapkan, CFE sebagai perusahaan listrik di Meksiko pun sudah melakukan upaya mitigasi mengatasi perubahan iklim.
"Sekarang ke dalam kebijakan energi, yang sangat menarik adalah bahwa kita harus mematuhi setidaknya 35% energi bersih pada tahun 2024," pungkasnya.
(fhs/hns)