Jerman berencana menggelontorkan € 65 miliar atau Rp 962 triliun (kurs Rp 14.800) untuk mengantisipasi ancaman kenaikan biaya energi. Angka itu dua kali lipat lebih besar dari sebelumnya, mencakup bantuan satu kali untuk golongan rentan dan keringanan pajak untuk bisnis padat energi.
Dilansir BBC, Senin (5/9/2022), Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan, Jerman akan melewati musim dingin dan tidak lagi menjadi mitra energi yang dapat diandalkan. Pemerintah juga akan melunasi satu kali pembayaran gas kepada pensiunan, orang-orang yang menerima tunjangan, dan siswa, serta membatasi tagihan energi.
Sekitar 9.000 bisnis padat energi akan menerima keringanan pajak € 1,7 miliar. Scholz juga menambahkan, pajak atas keuntungan perusahaan energi juga akan digunakan untuk mengurangi tagihan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggaran baru ini membuat total pengeluaran untuk bantuan krisis energi menjadi hampir € 100 miliar, dibandingkan € 300 miliar yang dihabiskan untuk intervensi menjaga ekonomi Jerman selama pandemi Covid-19.
Sementara itu, negara-negara di Eropa sedang mempertimbangkan tindakan serupa. Para menteri energi Uni Eropa akan bertemu pada 9 September untuk membahas bagaimana meringankan harga energi.
Berdasarkan dokumen pertemuan tersebut yang dikutip dari Reuters, agenda itu akan mencakup pembatasan harga untuk gas dan dukungan likuiditas darurat bagi pelaku pasar energi.
Harga energi telah melonjak sejak invasi Februari, dan Eropa sedang mencoba untuk melepaskan diri dari energi Rusia. Ukraina juga telah mendesak Eropa untuk bertahan. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan, Rusia berusaha menghancurkan kehidupan normal setiap warga negara Eropa.
Rusia siapkan 'kejutan'. Berlanjut ke halaman berikutnya.