Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, Pertamax dan Solar oleh pemerintah membuat sejumlah pedagang makanan keliling terkena imbasnya.
Kondisi ini membuat para pedagang yang berkeliling menggunakan kendaraan bermotor ini dilema untuk menaikkan harga produknya karena takut ditinggal pelanggan.
Hal ini diungkapkan oleh Hasan, salah seorang pedagang minuman keliling. Saat ditemui di kawasan Tebet, ia mengatakan tak tega menaikkan harga meski pendapatannya menurun sejak kenaikan harga BBM ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang beli kebanyakan kan pelanggan. Kasian, mereka kan juga pendapatannya nggak ikut naik," ungkap Hasan kepada detikcom, Senin (19/09/2022).
Baca juga: Tarif Ojol Sudah Naik, Driver Happy? |
Bahkan, sejak saat itu Hasan mengalami penurunan pembeli mencapai 20%. Menurutnya, hal ini terjadi lantaran para driver ojek online (ojol), yang merupakan mayoritas pelanggannya ini, tengah meminimalisir konsumsi.
"Mungkin sekarang pada ngirit-ngirit keuangan. Jajan susah, apa-apa naik," tambahnya.
Meski hal ini berimbas pada penurunan pe dapatannya yang semula bisa capai Rp 500 ribu dan kini hanya Rp 300 ribuan, bagi Hasan, kondisi ini merupakan resiko sebagai seorang pedagang. Oleh karena itu, ia berusaha untuk mempertahankan harga jualnya demi para pelanggannya.
Hal yang sama juga dirasakan Memed. Pedagang siomay keliling ini bahkan mengaku berniat menaikkan harga jual produknya. Namun, ia masih enggan melakukannya lantaran tak enak dengan para pelanggannya.
"Mau naik ya tapi kan nggak enak sama pelanggan. Jadi, ya mungkin yaudah lah biar tanggung aja dulu. Yang penting semuanya lancar dan tetap bisa jualan," ujar Memed.
Oleh karena itu, hingga kini ia masih mempertahankan harga jualnya. Hal ini berimbas pada peningkatan modal hariannya.
Karena kondisi serupa, Rifki, pedagang siomay lainnya, memutuskan untuk menyiasatinya dengan mengecilkan ukuran siomaynya.
"Supaya harga jualnya nggak berubah, akhirnya saya agak kecilkan ukuran siomaynya," ungkapnya.
Rifki mengatakan, kenaikan BBM ini memberikan pengaruh yang cukup besar bagi dana operasionalnya. Pasalnya, ia selalu membeli bahan baku jualannya ke pasar induk dalam kuantitas besar.
"Dampaknya ini cukup signifikan. Yang biasanya belanja mungkin hanya Rp 800 ribuan, sekarang bisa Rp 1 juta lebih. Itu karena operasionalnya jadi mahal," kata Rifki.
Meski demikian, Rifki bersyukur semua bahan bakunya masih tersedia lengkap. Menurutnya, dalam kondisi seperti ini tidak ada yang bisa dilakukan pedagang selain melakukan penyesuaian kalau mau tetap berjualan.
"Untungnya bahan-bahan semua masih tersedia, kalau habis itu bakal lebih pusing lagi. Bagaimana pun juga yang penting masih bisa berjualan," tambahnya.
(dna/dna)